JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Tanah yang masih panas menjadi kendala dalam pencarian korban hilang akibat awan panas dan guguran Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
"Kendalanya, tanahnya masih dalam kondisi panas, jadi alat berat pun tidak berarti untuk pencarian," ujar Komandan Posko Tanggap Darurat Bencana Dampak Awan Panas dan Guguran Gunung Semeru yang juga Danrem 083/Baladhika Jaya Kolonel Infanteri Irwan Subekti dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Untuk keesokan hari, pihaknya akan menfokuskan pencarian di Kampung Renteng dan Curah Kobokan, yang merupakan daerah terdampak paling parah.
Dia mengatakan hingga saat ini semua daerah terdampak dapat dijangkau, namun karena cakupan luas guguran Gunung Semeru melebar dan pasirnya panas, tindakan pencarian dan penyelamatan masih dilakukan secara terbatas.
Langkah pencarian korban ke depan masih dilakukan secara manual dengan penciuman dan penglihatan, alat berat, maupun dilakukan bersama warga di lokasi pencarian.
"Pencarian sudah sampai hari keempat. Kita diberikan waktu satu minggu untuk pencarian secara optimal," ujar Irwan.
Waktu pencarian dilakukan pada pagi hingga sore hari, dengan memperhatikan situasi cuaca di Kabupaten Lumajang, mengingat saat ini setiap sore turun hujan, sehingga berpengaruh pada proses pencarian.
Ia mengatakan situasi lereng Semeru masih ada peningkatan tanda-tanda letusan, yang perlu kewaspadaan tinggi.
Sebelumnya, terjadi letusan sebanyak dua kali pada pagi hari, yang mana pada saat itu Presiden RI Joko Widodo meninjau lokasi pengungsian. Namun, peristiwa tersebut tidak begitu berdampak pada objek pencarian.
"Begitu pula dengan lahar panas yang tiap saat juga dapat pengaruh dari atas, dari arus Sungai Kobokan," kata dia.
Sebelumnya dilaporkan 34 orang meninggal dunia dan 22 orang dinyatakan hilang dalam bencana awan panas guguran Gunung Semeru.