JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mantan Sekretaris Wilayah (Sekwil) DPW PPP DKI Jakarta Najmi Mumtaza Rabbany buka suara soal polemik gerbong Haji Lulung yang didepak dari kepengurusan PPP Jakarta.
Plt Ketum DPP PPP Muhamad Mardiono sebelumnya dituding tidak menghendaki gerbong Haji Lulung yang pernah melakukan deklarasi mendukung Anies Baswedan sebagai Capres 2024, setelah merombak kepengurusan DPW PPP DKI peninggalan era Haji Lulung.
Najmi termasuk salah satu yang terdepak. Termasuk tujuh (7) orang ulama dan habaib di jajaran Majelis Syariah DPW PPP Jakarta namanya juga hilang.
Mereka adalah KH. Munawir Aseli, KH. Mahfud Asirun, KH. Nursofa Tohir, Habib Idrus Jamalulail, Habib Ahmad bin Hamid Al Aydid, Habib Abdurahman Ahmad Al Habsyi, dan KH. Ibrahim Karim.
Menurut Najmi, pencopotan ini bukan saja aib yang memalukan tetapi juga bencana bagi Partai Ka"bah.
Najmi teringat pada 2021 tepatnya bulan September, saat dirinya diminta mendampingi Haji Lulung menjadi Sekwil DPW PPP DKI Jakarta.
Saat itu, kata Najmi, pertama kali yang dilakukan Haji Lulung adalah keliling ke ulama-ulama besar Betawi untuk ikut membantu PPP menjadi rumah ulama dan istana umat.
"Nah, kalau sekarang nama-nama tersebut hilang dari Majelis Syariah, ya betul itu para ulama yang sangat dekat dengan Haji Lulung, mereka adalah urat nadi PPP di Jakarta." kata Najmi saat dikonfirmasi, Rabu (8/2/2023).
"Mengenai keputusan tersebut, dalam hal apapun itu adalah keputusan yang memalukan. Itu adalah bencana," kata Gus Najmi, panggilan akrabnya.
Apalagi, kata Najmi, DPP PPP juga tidak pernah mengajak para ulama tersebut untuk berbicara terkait rencana pemecatannya.
"Begitu juga dengan perombakan jajaran Pengurus Harian DPW PPP DKI yang jumlahnya mencapai 75 persen lebih. Tidak sesuai komitmen yang pernah dijanjikan," ungkapnya.
"Seharusnya dalam penyusunan pengurus dilakukan dengan mengedepankan prinsip musyawarah, kebersamaan, dan persatuan dengan melibatkan para pihak, utamanya Pengurus PPP DKI Jakarta yang telah mendapat SK DPP PPP dan sudah bekerja secara maksimal membentuk dan membangun infrastruktur partai sampai ke tingkat ranting," jelas Najmi.
Namun, lanjutnya, sangat disayangkan proses rekonsiliasi kepengurusan melalui mediasi dan musyawarah tidak pernah dilakukan. Sehingga menghasilkan sebuah kepengurusan yang tidak aspiratif dan sangat tidak akomodatif.
"Termasuk juga putusan Mahkamah Partai DPP PPP yang dijadikan sebagai landasan perombakan pengurus, sampai hari ini kami tidak pernah terima salinannya. Atau, jangan-jangan putusannya sengaja disembunyikan." imbuh Najmi.
Padahal, tambah dia, PPP itu milik publik dan dibiayai dengan uang Negara. Sehingga apapun keputusannya yang terkait kelembagaan harusnya bisa diketahui oleh publik.
Sebagaimana diketahui, anak Alm. Haji Lulung Guruh Tirta Lunggana dicopot dari kursi Ketua DPW PPP DKI Jakarta melalui SK Nomor 0790/SK/DPP/W/I/2023 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Provinsi DKI Jakarta Masa Bakti 2021-2026.
Tidak hanya Tirta, mayoritas susunan pengurus lama peninggalan era Haji Lulung juga tidak masuk dalam Pengurus Harian (PH) DPW PPP DKI yang baru. Diantaranya adalah dua mantan Wakil Ketua Bidang Fungsional DPW PPP DKI Abdul Aziz dan Maman Firmansyah yang juga mantan Ketua Fraksi PPP DPRD DKI 2014-2019.
Selanjutnya, ada mantan Bendahara DPW PPP DKI Muhammad Yunus, Wakil Ketua DPW PPP DKI Fauzi Sarmada, Nina Lubena, Nurani Syaifulah, Jodi Salahudin Akbar, dan Ambardi yang juga Ketua Parnusi DKI Jakarta.
Perombakan susunan DPW PPP DKI ini diduga disebabkan oleh oleh keputusan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) PPP DKI dan Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) DPC PPP se-DKI Jakarta pada 2022 lalu. Saat itu, PPP Jakarta dibawah kepemimpinan Tirta Lunggana merekomendasikan untuk mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden (Capres) 2024.
Sebelumnya, tudingan bahwa Plt Ketum Mardiono tidak menghendaki orang-orang Haji Lulung berada di PPP Jakarta pertama kali dilontarkan oleh mantan Wakil Ketua DPW PPP DKI Riano P Ahmad, yang juga Ketua Umum Bamus Betawi.
Riano mengaku kecewa terhadap keputusan sepihak Plt Ketum PPP Mardiono yang memecat ulama dan habaib dari jajaran Majelis Syariah DPW PPP DKI.
"Sebagai Ketum Bamus Betawi saya juga merasa berdosa tidak bisa menjaga ulama-ulama besar Betawi yang dipecat tanpa sebab yang jelas," kata Riano, Senin (6/2/2023).
Dia pun berkesimpulan Plt Ketum PPP saat ini tak menginginkan orang-orang Haji Lulung menjadi bagian dari kepengurusan PPP Jakarta.
"Pada akhirnya, saya berkesimpulan bahwa Plt Ketum Mardiono tidak menghendaki orang-orang Alm Haji Lulung berada di dalam kepengurusan DPW PPP DKI. Ini lah yang membuat saya akhirnya memutuskan mundur," katanya.