JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi merespons kritik terhadap draf Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Menurutnya, tidak ada unsur untuk upaya memberangus kebebasan pers dalam draf RUU tersebut.
"Ini sama halnya dengan diskursus subtansi di revisi UU ITE, di mana hal lisan dan tulisan sudah diatur dalam KUHP seperti hate speech dan lain-lain. Hanya diperluas dalam format digital," ujar Bobby, Senin (13/5/2024).
Selain itu, lanjut Bobby, isi draf RUU Penyiaran disesuaikan dengan kode etik jurnalistik. Menurutnya, tidak ada perubahan norma.
"Yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik dalam format mass media. Dan ini diteruskan dalam format siaran," katanya.
Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, kegiatan siar di frekuensi siaran masuk ranah Kode Etik jurnalistik. Namun, frekuensi giat siaran di frekuensi telekomunikasi (OTT) "dikecualikan".
"Jangan sampai ada upaya "pengecualian", kegiatan jurnalistik dalam OTT yang ingin dibedakan alias tanpa Kode Etik Jurnalistik. Karena semangatnya kita ingin masyarakat mendapatkan hal positif dari kegiatan penyiaran,” terang Bobby.
Dikatakan, apabila RUU Penyiaran dibahas, maka nantinya Komisi I DPR RI akan melibatkan partisipasi publik terkait RUU tersebut. “Kita akan duduk bersama membahas dan menerima masukan terkait substansi jurnalistik pada RUU Penyiaran," katanya.
Bobby juga mempersilakan masyarakat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika dalam RUU Penyiaran tersebut tidak sesuai dengan yang diinginkan.