JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI telah menggelar sidang Indonesia-Pasific Parliamentary Partnership (IPPP) ke 2 pekan lalu yang merupakan forum kemitraan parlemen Indonesia dengan parlemen negara-negara Pasifik. Dari konferensi yang diinisiasi DPR itu, ada 13 kesepakatan untuk mempererat hubungan Indonesia dan Pasifik, termasuk penegasan soal kedaulatan negara.
“Ada tiga belas kesepakatan yang dihasilkan dalam konferensi IPPP, semua sejalan dengan tujuan pertemuan ini untuk meningkatkan peran parlemen dalam membina kemitraan dan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik,” ujar Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon, Senin (29/7/24).
Adapun pelaksanaan sidang ke-2 IPPP digelar di Jakarta pada 24-26 Juli lalu dengan mengusung tema "Partnership for Prosperity: Fostering Regional Connectivity and Inclusive Development". Delegasi parlemen Pasifik yang hadir dalam sidang ke-2 IPPP ini adalah Negara Kepulauan Cook, Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Papua Nugini, Tuvalu, Kiribati, dan Republik Fiji.
Pertemuan ke-2 antara parlemen Indonesia dengan negara-negara Pasifik itu berhasil mengadopsi Chair’s Summary atau Kesimpulan Keketuaan Indonesia. Fadli Zon yang didaulat menyampaikan kesimpulan tersebut menegaskan IPPP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan peran parlemen dalam membina kemitraan dan kerja sama antara Indonesia dan negara-negara Kepulauan Pasifik.
“Berdasarkan pada komitmen bersama meningkatkan konektivitas regional dan pembangunan inklusif untuk mengatasi tantangan regional dan global yang beraneka ragam dan belum pernah terjadi sebelumnya,” imbuh Legislator dari Dapil Jawa Barat V ini.
Dengan adanya komitmen bersama yang telah disepakati itu, Fadli menyebut diharapkan RI dan negara-negara Kepulauan Pasifik dapat meningkatkan konektivitas regional. Selain itu juga terkait dengan pembangunan inklusif untuk mengatasi tantangan regional dan global.
Adapun ketiga belas kesepakatan di IPPP ke-2 yang tercantum dalam Chair’s Summary adalah pertama penegasan kembali komitmen meningkatkan konektivitas ekonomi, politik, dan sosial di kawasan, dengan visi menjadikan Pasifik sebagai kawasan terintegrasi, saling terhubung erat untuk mencapai kesejahteraan kolektif.
Fadli menilai, kawasan Kepulauan Pasifik berpotensi menjadi pasar untuk komoditas-komoditas Indonesia, begitu pula sebaliknya. Dengan adanya kerja sama, ia menilai potensi peningkatan ekonomi sangat terbuka.
“Saya pikir lewat laut, komoditas-komoditas kita bisa sampai ke negara mereka begitupun sebaliknya. Mereka juga bisa memahami bahwa negara kita ini memiliki potensi yang besar, tapi masalah konektivitas ini salah satu yang menjadi isu,” terang Fadli.
Dengan kesepakatan kerja sama konektivitas regional ini, Fadli menilai peluang pengembangan pasar terhadap produk-produk Indonesia semakin terbuka lebar.
“Kita harus jajaki ya, memang harus dibuat lah. Bagaimana keekonomian ini sangat memungkinkan. Makanya harus dibangun hubungan antara masyarakat, B2B, kemudian Pemerintah dan parlemen saling menunjang semua stakeholder,” paparnya.
Kemudian kesepakatan kedua IPPP yakni dalam hal menjaga perdamaian dan keamanan regional guna membangun ketahanan, dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat masing-masing negara.
“Ini berdasarkan prinsip saling percaya dan menghormati kedaulatan serta integritas teritorial setiap negara melalui trek diplomasi parlemen,” tegas Fadli.
Kesepakatan ketiga, disampaikan Fadli, yakni penegasan cara pandang lautan samudera sebagai perekat, bukan pemisah, dengan menghormati keragaman budaya, peningkatan keterlibatan diplomatik dan politik sebagai elemen pemersatu dalam kerangka mempererat kerja sama dan saling pengertian yang lebih berkelanjutan.
“Regional connectivity itu sangat penting, kawasan ini kan seolah-olah dibelah oleh laut padahal disatukan oleh laut jadi Pasifik Ocean ini atau Samudera Pasifik ini menyatukan kita,” jelas Anggota Komisi I DPR yang membidangi urusan pertahanan dan hubungan internasional itu.
Lalu kesepakatan keempat menekankan perhatian bersama terhadap isu ketidakpastian ekonomi, dampak nyata perubahan iklim, degradasi laut, bencana alam, ancaman ketahanan pangan, dan keamanan maritim. Kelima, urgensi peningkatan kolaborasi, kemitraan, dan konektivitas.
“Berdasarkan prinsip-prinsip saling menghormati integritas dan kedaulatan teritorial untuk membangun landasan bagi perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan regional,” kata Fadli.
Di sisi lain, urgensi diplomasi parlemen untuk menciptakan masa depan yang lebih adil, tangguh, dan sejahtera bagi semua menjadi kesepakatan keenam. Fadli mengatakan, IPPP dalam kesepakatan ketujuh pun menyoroti keprihatinan terhadap degradasi lingkungan laut, samudra, dan keanekaragaman hayati laut akibat sampah laut, polusi air, plastik, dan eksploitasi yang tidak berkelanjutan.
“Di mana semua tersebut berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, ketahanan pangan, kemajuan ekonomi, dan pembangunan inklusif,” sebutnya.
“Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kekuatan yang besar untuk hal ini. Ini akan kami perjuangkan agar Indonesia memilki laut yang bersih dan sehat,” lanjut Fadli.
Kesepakatan selanjutnya yakni terkait urgensi interaksi yang lebih erat antara Indonesia dan negara-negara di Pasifik. Khususnya, kata Fadli, melalui pertukaran di bidang pendidikan, sosial budaya, dan hubungan antarmasyarakat.
“Untuk pertukaran di bidang pendidikan ini, sangat menjadi hal yang diharapkan oleh negara Pasifik. Itu terlihat ketika kami berkunjung ke IPB University, mereka berharap kedepannya lebih banyak memberikan beasiswa bagi mahasiswa dari negara Pasifik,” tuturnya.
Fadli pun menjelaskan urgensi Kerja Sama Selatan-Selatan sebagai platform untuk meningkatkan konektivitas regional menjadi kesepakatan kesembilan IPPP. Kemudian kesepakatan ke-10 adalah urgensi mendorong pembangunan regional dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang inklusif.
“Melalui pemanfaatan sumber daya laut berkelanjutan dan ekonomi biru seperti di sektor perikanan dan akuakultur, konektivitas pelabuhan, energi terbarukan, mempromosikan produksi dan penggunaan pangan yang berkelanjutan, pariwisata bahari yang berkelanjutan, dan pemberdayaan perempuan dan pemuda di sektor maritim,” urainya.
IPPP juga menilai peningkatan kerja sama dalam mengurangi dampak perubahan iklim sangat penting sehingga masuk dalam kesepakatan ke-11. Selain itu juga agar IPPP mengejar tindakan adaptasi iklim terutama untuk rehabilitasi lahan pesisir, perlindungan ekosistem laut, dan pemberdayaan masyarakat di Pasifik.
Fadli menyebut, urgensi peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan, investasi, dan kemitraan bisnis yang didukung peran penting teknologi komunikasi, infrastruktur digital, dan jaringan transportasi menjadi kesepakatan ke-12 pada Sidang IPPP kemarin.
Untuk diketahui, warga negara-negara Kepulauan Pasifik ini tidak bisa langsung datang ke Indonesia karena tidak ada penerbangan direct dari negara mereka. Untuk datang ke Indonesia, mereka harus memutar ke negara-negara lain sehingga membutuhkan waktu berhari-hari untuk sampai meskipun menggunakan transportasi udara.
“Kita punya banyak kesamaan dengan negara-negara Pasifik. Ke depan yang perlu dipikirkan adalah soal infrastruktur transportasi, infrastruktur telekomunikasi sehingga memudahkan konektivitas kita ke negara-negara Pasifik. Ini juga menunjang dalam mengeksplorasi hubungan perdagangan,” ucap Fadli.
“Jadi mereka ini nggak ada direct padahal kita ini berdekatan. Kalau misalnya kita jadikan Indonesia timur itu jadi hub negara Pasifik, itu sangat memungkinkan,” lanjutnya.
Fadli pun menekankan betapa pentingnya peran Indonesia di Pasifik Selatan, mulai dari sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak, gas alam, dan sumber daya laut yang perlu dijaga. Indonesia juga menjadi jalur perdagangan yang strategis karena menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia, menurut Fadli, Indonesia memiliki kepentingan untuk menjaga keamanan dan stabilitas wilayah serta perairan di sekitarnya, termasuk Pasifik Selatan. Dengan adanya kesepakatan-kesepakatan tersebut diharapkan dapat memperkuat kedaulatan dan memastikan keamanan dan wilayah maritim masing-masing negara.
Untuk kesepakatan ke-13, forum berkomitmen memanfaatkan IPPP sebagai platform penting untuk keterlibatan regional dengan mengembangkan forum tersebut sebagai majelis parlemen Indonesia dan kawasan Pasifik.
“Hal ini terkait komitmen DPR untuk memperkuat kerja sama dengan parlemen negara-negara Pasifik di bidang pengembangan kapasitas, perancangan undang-undang, inovasi teknologi di parlemen, pertukaran informasi, dan lainnya,” pungkas Fadli Zon.