JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi memberi catatan kritis pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh setiap tanggal 1 Mei. Ia menegaskan, negara harus hadir untuk memberikan kepastian terhadap nasib buruh di tengah ketimpangan dunia kerja.
"Hari Buruh bukan sekadar seremoni tahunan, tapi momen refleksi mendalam atas nasib jutaan pekerja. Negara harus hadir, aktif, dan berpihak," ujar Nurhadi, Kamis, (1/5/2025).
Nurhadi pun menyoroti lonjakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang tahun 2025, khususnya pada sektor industri padat karya dan teknologi digital, yang menjadi tonggak kebangkitan ekonomi di masa depan.
“Ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian, dan di balik angka itu ada ribuan keluarga, perempuan, dan anak-anak yang kehilangan tulang punggung ekonomi mereka,” kata Legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu.
Sebagai informasi, dalam periode Januari hingga Februari 2025, tercatat sebanyak 18.610 tenaga kerja terkena pemutusan PHK. Dalam laman resmi Satu Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), disebutkan bahwa Provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi yang paling banyak melakukan PHK, yaitu sekitar 57,37 persen atau 10.677 orang.
Terbanyak kedua ditempati oleh Provinsi Jambi dengan jumlah PHK sebanyak 3.530 tenaga kerja. Provinsi Jakarta berada diurutan ketiga dengan jumlah 2.650 pekerja.
Masih menurut data Kemenaker, tenaga kerja yang terkena PHK selama periode Januari hingga Desember 2024 yakni sebanyak 77.965 pekerja. Paling banyak terdapat di Provinsi Jakarta, yakni sekitar 21,91 persen dari total jumlah tenaga kerja yang terkena PHK di tahun tersebut.
Nurhadi menyampaikan keprihatinannya atas gelombang PHK yang masih terus berlanjut. Terlebih, pemecatan banyak dilakukan terhadap para buruh kontrak dan pekerja outsourcing yang selama ini selalu berada dalam posisi paling rentan dalam struktur ketenagakerjaan nasional.
“Pemerintah tidak boleh menutup mata. Di balik istilah efisiensi dan restrukturisasi, ada hidup yang terenggut. Ada masa depan buruh atau pekerja yang terancam,” tegas Nurhadi.
Menurutnya, ketersediaan lapangan kerja yang layak saat ini tidak seimbang dengan surplus angkatan kerja sehingga muncul ketimpangan sosial dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia.
Oleh karena itu, anggota Komisi Ketenagakerjaan DPR ini meminta pemerintah menunjukkan komitmennya untuk melindungi para tenaga kerja di tanah air. Perlindungan itu, kata Nurhadi, bisa melalui proteksi terhadap korban PHK, termasuk bantuan sosial dan tunjangan transisi kerja.
"Ekspansi proyek padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja secara cepat dan masif. Kemudian reformasi pendidikan vokasi yang selaras dengan kebutuhan industri masa depan. Serta perlindungan buruh atau pekerja informal dan migran yang selama ini luput dari perhatian negara," paparnya.
Nurhadi menyatakan, Komisi IX DPR berkomitmen untuk mengawal hak-hak para pekerja. Ia mendorong adanya evaluasi ulang UU Cipta Kerja, terutama pada klaster ketenagakerjaan yang dinilai terlalu longgar terhadap kepentingan industri.
"Komisi IX DPR RI siap mendorong regulasi yang lebih adil, inklusif, dan berpihak pada seluruh pekerja Indonesia baik formal maupun informal," tutur Nurhadi.
Di Hari Buruh ini, Nurhadi pun menyerukan agar buruh dihormati sebagai manusia, bukan sekadar angka dalam statistik ekonomi.
“Buruh tidak butuh janji, mereka butuh kepastian. Bahwa kerja keras mereka akan dibalas dengan upah layak, jaminan kesehatan, dan perlindungan saat kehilangan pekerjaan. Inilah inti dari keadilan sosial,” pungkas Nurhadi.