Oleh Fath pada hari Selasa, 14 Okt 2025 - 18:00:42 WIB
Bagikan Berita ini :

Soal Utang Kereta Cepat, Komisi VI DPR Minta Pemerintah Sisir Ulang Kontrak Cari Pihak Bertanggung Jawab

tscom_news_photo_1760439642.jpg
Sartono Hutomo Politikus Partai Demokrat (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi VI DPR RI, Sartono Hutomo, meminta pemerintah dapat menyisir ulang awal kontrak dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau KCIC. Menurut Sartono, langkah ini diperlukan untuk mengetahui secara rinci sosok yang bertanggung jawab terhadap utang dari proyek pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini.

Demikian hal itu disampaikan Sartono menyoroti perdebatan soal pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menegaskan bahwa utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh tak bakal ditanggung anggaran pendapafan dan belanja negara (APBN).

Sementara, BPI Danantara mengusulkan sejumlah opsi membenahi utang Whoosh. Salah satu opsinya berupa penyertaan modal baru kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI agar perusahaan lebih mandiri secara keuangan sehingga beban bunga dan kewajiban pembayaran utang diharapkan bisa lebih proporsional.

“Sebelum pemerintah mengambil keputusan apa pun, kontrak awal proyek ini harus disisir ulang. Kita harus tahu secara rinci siapa yang bertanggung jawab terhadap utang, bagaimana klausul cost overrun disepakati, dan bagaimana mekanisme jaminan pinjaman diatur sejak awal,” kata Sartono kepada awak media di Jakarta, Selasa,(14/10/2025).


Lebih lanjut, Sartono menyetujui, langkah Menteri Keuangan Purbaya menolak usulan Danantara agar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) ditanggung APBN. Sartono menilai, sikap dari Menteri Keuangan Purbaya tepat dan bijak secara fiskal.

“Ini bukan soal menolak proyek strategis nasional, tetapi tentang menjaga disiplin keuangan negara. Kita harus bedakan secara tegas antara proyek yang dilakukan atas nama konsorsium BUMN dengan proyek yang dijamin langsung oleh negara,” jelas Sartono.

Sartono khawatir apabila setiap proyek bermasalah kemudian berlindung di balik APBN, maka fiskal negara akan menjadi tumpuan terakhir semua risiko korporasi. Sartono tak menampik bahwa langkah tersebut sangatlah berbahaya.

“Karena itu, prinsip kehati-hatian dan moral hazard harus dijaga,” jelas Sartono.

Dengan demikian, Sartono meminta, adanya jalan tengah yang rasional dan tidak membebani APBN dalam pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) senilai Rp 116 triliun tersebut. Sartono membeberkan sejumlah hal terkait mekanisme pembayaran utang.


“Misal dengan melakukan restrukturisasi utang, Mengevaluasi ulang model bisnis KCIC bahkan Melibatkan investor swasta baru,” imbuh Sartono.

Sartono pun menegaskan, Komisi VI DPR RI tentu mendorong agar penyelesaian utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dilakukan secara transparan, profesional, dan tetap menghormati akuntabilitas keuangan negara.

“Proyek kereta cepat harus tetap menjadi simbol kemajuan infrastruktur nasional, tapi jangan sampai menjadi beban fiskal yang diwariskan kepada rakyat,” pungkas Sartono.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement