JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Badan Legislasi (Baleg) Arsul Sani membenarkan pasal tentang penghinaan terhadap presiden tercantum dalam RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Meski begitu, ia mengaku hal itu masih dalam rancangan dan belum tentu diterima oleh DPR.
"Belum tentu diterima oleh DPR seperti apa adanya," kata Arsul saat dihubungi, Senin (3/8/2015).
Pasal penghinaan terhadap kepala negara ini, ujar Arsul, memang memiliki sensitivitas tinggi di publik. Maka untuk itu, DPR akan mendengarkan pendapat baik dari para pakar hukum, akademisi, maupun masyarakat sipil yang memiliki konsen atas pasal tersebut.
"Karena itu ada baiknya melalui media, pasal tentang penghinaan kepada kepala negara itu menjadi diskursus publik sekarang, apalagi pada masa sidang agustus ini RUU KUHP akan mulai dibahas," ucapnya.
Di sisi lain, ia tidak melihat adanya indikasi ketakutan Jokowi dengan disodorkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden, yang sebelumnya telah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
"Saya tidak melihat itu sebagai titipan Pak Jokowi atau Pak JK, karena sebelum pemerintahan yang sekarang ide adanya pasal itu juga sudah tertuang," ucapnya.
Wasekjen PPP kubu Romahurmuziy ini mengaku, akan melakukan kajian atas putusan MK terdahulu yang menolak pasal tersebut. Menurutnya, bisa saja dimodifikasi unsur-unsur pidananya untuk memastikan agar pasal itu tidak menjadi pasal "karet" yang dapat membungkam kritik terhadap presiden.
"Apakah akan menolak pasal itu atau menerimanya dengan modifikasi unsur pidananya untuk memastikan agar pasal itu tidak menjadi pasal karet," tandas anggota Komisi III DPR itu.
Diketahui, meski pasal tentang penghinaan terhadap presiden sudah dimentahkan oleh MK, Presiden Jokowi kembali menyodorkan pasal ini dalam RUU KUHP ke DPR RI bersama dengan 785 pasal lainnya.(yn)