JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Rupiah terus merosot. Pada penutupan perdagangan kemarin berada pada posisi Rp14.285 per USD. Sedang pasar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami pertumbuan negatif 1,6%.
Sinyal paket kebijakan ekonomi yang akan diumumkan hari ini oleh Presiden Jokowi belum mampu mengangkat sentimen positif. Bahkan dana asing juga masih mengalir deras meninggalkan Indoonesia.
Apakah Jokowi effect sudah pudar? Padahal masih kuat dalam ingatan masyarakat setahun lalu Jokowi effect dipercayai akan bisa membuat rupiah perkasa dan perekonomian berjalan kencang karena kepercayaan pasar.
Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM), Tony Prasetiantono menilai kurs rupiah yang menembus Rp 14 ribu per USD sudah menakutkan. Menurutnya, nilai tukar rupiah harus dikembalikan ke level yang masuk akal.
"Apa pun alasannya itu nggak bener, ya level yang masuk akal sesuai dengan kemampuan kita. Kalau sekarang barangkali Rp 13 ribu per USD, syukur-syukur bisa Rp 12.500 per USD," ujar Tony beberapa hari lalu.
Tony mengingatkan melemahnya rupiah yang berkepanjangan membuat kecemasan yang berlebihan. Lebih mengkhawatirkan kecemasan yang berlebihan ini membuat banyak orang memilih memegang USD ditengah melemahnya rupiah.
Lantai bursa juga bukan terbebas galau. Banyak pialang maupun pemain pasar cemas dan frustasi dengan situasi yang terjadi. Pasalnya mereka menilai tim ekonomi pemerintah lemban merespon situasi.
Keinginan mendorong percepatan serapan anggaran negara lebih banyak sebagai wacana katimbang aksi nyata. Akibatnya laju ekonomi nyaris berhenti atau hanya beringsut. Jauh dari angka 5,4 persen seperti impian pemerintah.
Merosotnya rupiah telah membuat kehidupan rakyat terhimpit. Bahkan, menurut Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, sebagian rakyat sangsi dan khawatir pemerintahan ini bisa mengatasi krisis yang terjadi.(ris)