JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Jika benar kader Partai Amanat Nasional (PAN) masuk kabinet bisa jadi membuat sejumlah parpol gigit jari. Terutama adalah Partai Golkar (kubu AL) dan PPP (kubu Romy) serta mungkin juga Partai Demokrat.
Golkar pecah gegara ingin merapat ke Istana. Demikian juga PPP. Bahkan pertikaian dalam internal parpol yang eksis di era Orde Baru ini tergolong keras dan panas serta diwarnai sejumlah adegan adu fisik sejumlah kader dan simpatisannya.
Perpecahan juga tak terhindarkan dalam PPP. Pertikaian kubu Djan Faridz dengan kubu Romy sudah merembet ke daerah sehingga tidak mudah menyatukannya. Bahkan sejumlah Kyai-pun tidak mampu membuat rujuk dua kubu ini.
Imbasnya, baik Golkar maupun PPP, banyak kehilangan kesempatan mengusung kader-kadernya menjadi calon Pilkada serentak yang akan digelar Desember 2015. Beberapa diantaranya memilih maju dengan dukungan parpol lain.
Kubu AL merapat ke Istana tak ingin Golkar menjadi oposisi. Tak beda dengan PPP kubu Romy. Duet Presiden Jokowi-Wapres JK tentu membuka pintu lebar-lebar. Bahwa apakah berarti harus membayar dengan kursi kabinet masih butuh pertimbangan lagi.
Duet Jokowi-JK memang butuh 'banyak teman'. Pasalnya, dua figur ini tidak cukup kuat kakinya dalam parpol yang mengusungnya. Jokowi 'sebatas' petugas parpol, JK sudah meninggalkan dan ditinggalkan pohon beringin.
Partai Demokrat, seperti biasanya bermain aman. Menuruti titah sang Ketua Umum SBY, partai berlambang Mercy ini menempatkan diri sebagai partai penyeimbang. Ditengah, kalau tak boleh disebut galau. Tidak oposisi bukan pula pendukung.
Zulkifli Hasan (Zulhas) yang berhasil menyingkirkan Hatta Rajasa dari kursi Ketua Umum PAN tampaknya melihat dengan cerdik 'kebutuhan' Jokowi-JK. Maka diayunlah biduk partai Matahari merapat ke Istana, bersama Soetrisno Bachir (SB).
Tak bertepuk sebelah tangan, duet Zulhas-SB makin lengket dengan Jokowi-JK. Kursi Menteri, khabarnya tinggal menunggu waktu jatuh ke kader PAN. Pertanyaannya, siapa yang dikorbankan? Kursi Menteri dari parpol atau profesional?
Ditengah itu semua, hubungan Megawati-Jokowi mengalami pasang surut. Khabarnya tidak sedikit yang menginginkan mereka pecah kongsi. Ulah Menteri BUMN Rini Soemarno menjadi pemicu sekaligus duri dalam daging.
Apakah ini semua berkaitan dengan Surat Pimpinan Fraksi PDIP yang melarang anggotanya meninggalkan Jakarta dari 19-30 Oktober 2015? Entahlah. Namun yang sudah pasti, Fraksi PDIP DPR RI memang tampak tak solid.(ris)