JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Keterlibatan oknum TNI dalam Pilkada Gubernur Kepulauan Riau pada 9 Desember 2015 adalah bentuk tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang TNI nomor 34 tahun 2004.
Karena, mobilisasi pasukan TNI ditempat pemilu dan hal lainnya adalah tindakan yang bertentangan dengan Pasal 7 Ayat 3 UU TNI.
Hal ini seperti disampaikan Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/1/2015).
Pasal itu, menurutnya, menyebutkan TNI hanya bisa dan boleh terlibat dalam operasi militer selain perang dalam membantu kepolisian jika ada keputusan politik negara.
"Yang dimaksud dengan keputusan politik negara adalah keputusan politik presiden dengan pertimbangan DPR," kata Al Araf.
Sehingga, menurutnya, dalam sudut pandang politik dan keamanan, keterlibatan prajurit TNI di Provinsi Kepri itu, dapat dikatakan sebagai bentuk intervensi militer dalam politik.
Al Araf juga menilai hal itu bisa dikatakan prajurit TNI di Provinsi Kepri itu telah terlibat dalam politik praktis.
"Penting untuk selalu diingatkan, bahwa keterlibatan militer dalam politik praktis bukanlah persoalan yang biasa tetapi persoalan yang serius yang akan mengganggu kehidupan politik yang demokratis dan membuat proses serta hasil pemilu cacat serta bermasalah," katanya.
Dia melanjutkan, apabila peristiwa di Pilkada Gubernur Provinsi Kepri dibiarkan dan tidak di evaluasi, maka hal tersebut akan jadi preseden buruk bagi kehidupan demokrasi, dan berpotensi berulang pada pilkada lainnya maupun pemilu.
Al Araf mengatakan masyarakat tentu tidak ingin militer kembali lagi dalam politik seperti masa orde baru sehingga membuat kehidupan politik menjadi lumpuh.
"Karena itu penting untuk kita mengkoreksi semua proses peralihan kekuasaan melalui pemilu atau pilkada jika terdapat keterlibatan dan intervensi militer dalam politik seperti pilkada Kepulauan Riau," katanya.
Sebelumnya, pasangan calon Kepala Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Soerya Respationo-Ansar Ahmad, menggugat kemenangan Muhammad Sani-Nurdin Basirun yang diduga menggunakan kekuatan TNI-Kepolisian Indonesia untuk membantu memenangkan Pilkada.
Pihaknya memiliki bukti yang kuat berupa foto serta dokumen-dokumen yang menunjukkan keterlibatan TNI sebelum tahapan pencoblosan hingga pemilihan suara selesai. (mnx)