JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Komisi IX DPR minta Presiden Joko Widodo untuk segera membicarakan nasib tiga 'kartu sakti' ke DPR. Sebab, ditengarai, ketiga kartu itu tidak mempunyai dasar hukum hingga berpotensi menimbulkan penyimpangan anggaran. Tak adanya dasar hukum atas terbitnya tiga kartu itu diungkap oleh mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra, Kamis.
Ketiga kartu itu diluncurkan Presiden pada Senin (3/11) di satu kantor pos di Jakarta. "Semua program harus jelas dasar hukumnya dan disepakati bersama DPR," kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf kepada TeropongSenayan, pagi ini (7/11). Menurut Dede, tiga kartu sakti itu mestinya tetap mengacu pada UU nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengatur tentang Jaminan Kesehatan Nasional serta UU 24 Tahun 2011 Tentang Badang Penyelenggara Jaminan Sosial.
Yang jadi masalah awal, lanjut Dede dari Fraksi Partai Demokrat, pembuatan kartu itu dibiayai dengan dana corporate social responsibility (CSR) BUMN. Padahal, CSR itu juga mempunyai aturan hukum sendiri sehingga kurang tepat dana CSR untuk pembuatan kartu.
"Prinsip CSR itu harus terbuka dan langsung pada program rakyat, apalagi saya mendengar tidak ada tender dalam pembuatan kartu ini tapi penunjukan padahal nilainya bisa miliaran. Kalau begini rakyat justru rugi," ujarnya.
Dia menambahkan, pembuatan kartu dengan jumlah jutaan lembar itu pasti biayanya mahal. Padahal sebelumnya rakyat juga sudah memiliki kartu sejenis. Mestinya kalau fungsinya sama tidak diperlukan lagi kartu seperti itu. "Yang pasti kita belum tahu konsep dasar dari program ini, saya kira pemerintah perlu kita undang agar ada penjelasannya," tambahnya.(ss)