JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - DPR mengkritik keras langkah Presiden Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi, jenis Premium dari Rp6500/liter menjadi Rp8500/liter.
Sementara harga Solar dari Rp5.500/liter menjadi Rp7.500/liter. "Pemerintah harus menjelaskan harga pokok penjualan (HPP) BBM, ini yang belum transparan," kata anggota DPR F-Partai Gerindra, Ramson Siagian kepada TeropongSenayan di Jakarta, Selasa, (18/11/2014)
Menurut Ramson, dalam asumsi perubahan APBN 2014, perubahan harga minyak itu US$105/barel. Apalagi sekarang sudah turun menjadi US$80 US/barel. "Dengan US$80/dollar perbarel dan ditambah 30% maka Harga Pokok Penjualan (HPP) sekitar 7800/liter," ungkap mantan Direktur Eksekutif State Budged Wacth.
Dengan penurunan harga minyak dunia, kata Ramson, pemerintah diuntungkan. Jadi sebenarnya tidak perlu harga BBM bersubsidi naik. Sayangnya, kata Ramson, sekarang ini pemerintah belum menghitung secara cermat HPP. "Kalau tadi harga 7800/liter itu sudah termasuk pajak. Jadi rakyat dengan membeli BBM itu juga bayar pajak," tegasnya.
Bahkan Ramson mempertanyakan mengapa yang dipakai ada harga patokan Singapura, bukan dari negara lain. "Penggunaan MOPS (Mean of Plats Singapore) ini perlu diungkap, kenapa tidak yang lain," tutur Ramson yang sebelumnya pindahan dari PDIP.
Lebih jauh Ramson menegaskan konsumsi BBM pada 2014 memang dijaga kuotanya sekitar 46 juta kiloliter. Kalaupun naik, sekitar 47 juta kiloliter. "Yang disepakati memang 46 juta kilo, tapi bisa naik sekiar satu juta kiloliter. Itupun harga BBM tak perlu naik, karena dananya masih ada," pungkasnya. (ec)