JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kebudayaaan yang dilakukan DPR memerlukan jangka waktu yang cukup panjang. "Ada sejumlah prinsip dasar yang harus dipertimbangkan untuk diakomodir ke dalam Undang-Undang," kata anggota Komisi X DPR F-Partai Golkar Ferdiyansyah kepada TeropongSenayan di Jakarta, Kamis, (20/11/2014).
Menurut Ferdi, dalam pembahasan tersebut DPR juga harus mempelajari sejumlah hal terkait kebudayaan. Sehingga dalam perumusan undang-undang nanti bisa lebih detail.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR lainnya Jamal Mirdad menilai RUU Kebudayaan ini perlu juga mengembangkan budaya epos kepahlawanan. "Budaya itu kan akar dan penyatu bagi nasionalisme kita," terang mantan suami Lidya Kandauw seraya mendesak Pemerintah harus benar memperhatikan kebudayaan karena kebudayaan akan memberikan pencerahan bagi masa depan bangsa.
Sedangkan anggota Fraksi PAN, Anang Hermansyah menilai perlu adanya masukan dari pakar lain demi penyempunaan rancangan undang-undang nantinya. "Ini makanya Komisi X harus bergerak cepat memanggil pakar terkait perumusan rancangan uu kebudayaan ini," ujar suami Ashanti ini.
Pakar kebudayaan yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) itu, Prof Dr Sam Abede Pareno MM MH, guru besar Universitas dr Soetomo, Surabaya. Menurut Prof Dr Sam, draft RUU Kebudayaan lamakurang akomodatif terhadap kearifan lokal (local wisdoms), terutama kebudayaan masyarakat Indonesia. Karena itu perlu adanya penambahan ayat dalam Rumusan Undang-Undang Kebudayaan selanjutnya. "Kesenian adalah lambang dari kebudayaan. Karena itu kita harus berangkat dari satu ideologi kebudaayan yaitu harus locally, harus setempat," ujarnya sambil memberikan contoh, di Surabaya, ada ludruk.
Lalu, kata Sam lagi, di Pasal 21 perlu ditambah ayat 3 yaitu penggunaan bahasa daerah sebagai sumber kebudayaan. "Selebihnya, RUU kebudayaan juga harus mencantumkan pengembangan budaya epos kepahlawanan. Kita itu punya banyak figur pahlawan yang ada di tiap daerah," pungkasnya. (ec)