JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Bentrokan antara TNI dan Polri dalam sekala besar dan tercatat sudah terjadi 30 kali sejak 2005. Terakhir terjadi Rabu (19/11) antara Batalyon Yonif 134 dan Brigade Mobil di Batam Kepulauan Riau. Melihat peristiwa dari tahun ke tahun yang terus terjadi, memungkinkan pada saat tertentu dua institusi bersenjata tersebut berhadap-hadapan, kalau tidak ada langkah antisipasi yang baik, permanen dan menyeluruh.
"Ini tidak hanya bahaya bagi masyarakat dan para anggota itu sendiri tetapi juga membahayakan negara sehingga benar-benar harus dicari solusinyam tidak sekadar diredam. Karena kalau hanya diredam suatu saat akan terjadi lagi," kata anggota Komisi I Almuzzammil Yusuf kepada Teropongsenayan, Minggu (23/11).
Kenyataannya, dari konflik itu juga sudah puluhan orang menjadi korban terutama dari kedua pihah. Seperti kasus terakhir bentrokan di Batam, yang menewaskan seorang prajurit TNI AD. Belum lagi kerugian lain termasuk kecemasan masyarakat.
Menurut politisi PKS ini, penyelesaian masalah bentrok TNI-Polri sekarang ini masih sebatas peredaman dan simbolis serta cenderung di level atas. "Yang selalu bermasalah itu khan di tingkat bawah. Di level atas gak ada soal, mereka bisa makan bersama, salam-salaman bahkan berpelukan, tetapi di level bawah belum tentu bisa demikian," jelasnya.
Dia menilai, sejak kasus bentrokan TNI-Polri di Oku, Sumatera Selatan 2013, belum ada langkah konkrit untuk membuat resoluasi yang nyata dan permanen. "Menurut saya masalah ini bukan sekadar persoalan hukum tetapi juga aspek kesejahteraan prajurit serta perlunya kordinasi kedua institusi yang terus menerus," katanya. "Komisi I dan Komisi III, saya kira bisa bersama-sama mengundang Panglima TNI dan Polri untuk membahas masalah ini."(ss)