JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pembahasan Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) berlarut-larut dan berujung kisruh lantaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyelundupkan 13 pasal siluman. Padahal, sebenarnya sudah ada kesepakatan tambahan kontribusi 15 persen dimasukkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub).
Ihwal 13 pasal siluman itu diungkapkan Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda), Mohamad Taufik saat bersaksi di Pengadilan Tipikor dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) untuk terdakwa mantan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi, di pengadilan Tipikor, ruang Koesoemah Amadja, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016) malam.
Dalam kesaksiannya, Taufik menegaskan, bahwa masalah tambahan kontribusi 15 persen dalam Raperda RTRKSP tentang Reklamasi sebenarnya sudah rampung dibahas pada Februari 2016. Saat itu, kata dia, pembahasan materi yang mengatur tambahan kontribusi sejatinya tidak ada perdebatan yang tajam dan sudah disepakati oleh legislatif dan eksekutif untuk memasukkannya di Peraturan Gubernur (Pergub), bukan dalam peraturan daerah (Perda).
"Alasannya, karena biro hukum Pemda bilang kontribusi tambahan 15 persen tidak ada dasar hukumnya, dan Bappeda bilang itu diskresi. Sehingga kami (DPRD) bilang, kalau gitu ya sudah di Pergubkan saja. Akhirnya, eksekutif sepakat," kata Taufik dihadapan hakim Tipikor.
Setelah sepakat, lanjut Taufik, pihak eksekutif memperbaiki dan membuat draft Raperda kedua yang berisi hasil pembahasan dalam forum Balegda sebelumnya, termasuk soal tambahan kontribusi yang diatur dalam Pergub.
"Draft kedua datang 22 Februari (2016). Tentang tambahan kontribusi 15 persen sudah sesuai dengan kesepakatan, yaitu dipindahkan ke Pergub," ujar Taufik.
Namun, Taufik menambahkan, saat Balegda DPRD DKI menerima draft Raperda kedua tersebut, dirinya mengaku diingatkan oleh Wakil Ketua Balegda DPRD DKI Merry Hotma, agar draft tersebut disisir ulang dan diperiksa kembali demi berhati-hati sehingga tidak ada pasal siluman.
"Saya diingatkan Bu Merry, karena dia sudah dua periode menjadi anggota DPRD. Dia bilang cek lagi pak, biasanya ada pasal yang diselundupkan. Begitu kita sisir, eh betul ada 13 pasal yang berbeda dengan draft pertama yang sudah diketok palu," terang Taufik sambil geleng-geleng kepala.
Taufik bersyukur, dirinya mendapat saran dari Merry Hotma bahwa setiap draft yang dikirim eksekutif harus diteliti lagi. "Saya tidak tahu, untungnya dikasih tahu oleh Merry yang memang lebih senior dia (di DPRD-red) dari pada saya," terang Taufik.
Dijelaskan Taufik, dalam draft kedua, ada sebanyak 13 pasal yang dirubah sehingga menimbulkan arti kalimat, maupun menambah pasal. Ada juga tempat pembuangan sampah pada draft pertama di pulau L dipindahkan ke pulau M. Sedang yang paling krusial, kata Taufik, salah satu pasal yang diselundupkan eksekutif adalah mengenai izin prinsip dan izin reklamasi.
Padahal, Taufik menegaskan, persoalan izin tersebut tidak pernah sama sekali dibahas sebelumnya. Namun, muncul dalam draft kedua. Taufik mengungkapkan, Balegda tidak menginginkan ada aturan soal izin dalam Raperda itu. Hal inilah yang membuat Raperda tidak kunjung disahkan.
"Andai saja tidak ada 13 pasal tambahan dalam draft kedua, maka Raperda sudah disahkan," bebernya.
Akhirnya, lanjut Taufik, Pemprov DKI dan Balegda DPRD DKI kembali melanjutkan pembahasan terkait 13 pasal siluman itu. Setelah terjadi kesepatan, barulah ada draft raperda ketiga pada Maret 2016.
"Yang jelas 13 pasal itu selesai di draft ke tiga. Jadi sebetulnya enggak ada masalah (soal tambahan kontribusi karena sudah disepakati bersama, yang masalah bagi kami (DPRD) pasal siluman itu," tegas Taufik.
Diketahui, dalam kesempatan ini Taufik bersaksi bersama Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, Wakil Ketua Balegda Merry Hotma, Anggota Balegda DPRD DKI Mohamad Ongen Sangaji, Bestari Barus, dan mantan Ketua Pansus Zonasi Selamat Nurdin.
Dalam sidang sebelumnya, sejumlah saksi baik dari pihak eksekutif maupun pemegang izin reklamasi juga sudah dihadirkan. Diantaranya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Sekda Saefullah, Kepala Bappeda Tuty, bos Agung Sedayu Group Aguan Sugianto, dan Richard Halim Kusuma.(ris)