JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Pemerintah diminta tak berhenti langkahnya setelah menurunkan harga premium, solar dan elpiji 12 kg. Namun juga harus mengendalikan inflasi agar harga kebutuhan pokok turun sehingga beban ekonomi yang ditangguh rakyat tak semakin berat.
"Pemerintah harus melakukan langkah konkrit menanggulangi tingginya inflasi dan naiknya harga bahan pokok. Sebab hal ini telah nyata-nyata menurunkan daya beli masyarakat," ujar Hafisz Tohir, Ketua Komisi VI DPR RI kepada TeropongSenayan, Minggu (18/1/2015) di Jakarta.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengungkapkan akibat pemerintah menaikan harga premium dan solar bersubsidi pada November 2014, harga bahan kebutuhan pokok melonjak semakin mahal. Kini, meski sudah dua kali harga premium dan solar diturunkan tak mampu membuat harga kebutuhan pokok tersebut kembali turun.
Menurut Hafisz, ada kekeliruan fatal yang dilakukan pemerintah. Pertama menaikan harga premium dan solar saat harga minyak mentah (crude oil) turun. Kedua, menurunkan premium dan solar saat harga bahan kebutuhan pokok sudah terlanjur naik atau mahal. "Bahkan saat menaikkan harga premium dan solar (Bahan Bakar Minyak-red) itu melanggar Undang-Undang APBN," ujar Hafisz.
Anehnya meski sebelumnya sudah diingatkan oleh berbagai kalangan bahwa keputusan kenaikkan harga BBM tidak tepat, namun Presiden Jokowi ngotot dan akhirnya tetap pada pendiriannya. Bagi Hafisz, menurunkan harga premium dan solar saat harga minyak mentah sekitar USD 49/barel memang sudah seharusnya. "Bahkan menurut saya penurunan harga BBM ini tergolong terlambat. Sebab, harga-harga kebutuhan pokok dan ongkos transportasi sudah terlanjur naik," ujar Hafizs.
Politisi asal Sumatera Selatan ini juga mengungkapkan dengan harga minyak mentah sebesar USD 49/barel maka keekonomian pertamax (RON 92) sebesar Rp 4.775/liter. Harga premium jelas lebih murah dari Pertamax. Namun pemerintah menetapkan harga premium sebesar Rp 6600/liter. "Berarti harga tersebut melampaui hitungan harga pokok," ujar Hafizs.(ris)