JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Dewan periode 2014-2019 sedang kejatuhan rezeki nomplok. Pasalnya Badan Anggaran (Banggar) sudah menetapkan adanya anggaran sebesar Rp 1,6 triliun setahun sebagai dana aspirasi Dewan. Sebagian besar dana itu, yaitu Rp 1 triliun untuk menggaji tenaga ahli (TA) dan untuk operasional angota Dewan. Selebihnya, Rp 600 miliar dikelola oleh Kesekjenan DPR.
Bagi Firman Soebagyo, besarnya dana rumah aspirasi itu tak ada gunanya jika masyarakat konstituen di bawah tak bisa merasakan haslnya. "Tak ada gunanya, kalau Dewan tak turun ke bawah mendatangi masyarakat langsung, dari situ masyarakat bisa ikut menanyakan dan memanfaatkan dana itu," tutur Firman kepada TeroponSenayan.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jateng III (Grobogan, Pati, Blora) ini mengungkapkan, dana rumah aspirasi itu harus dijabarkan dalam bentuk metoda komunikasi antara anggota dengan masyarakat secara cepat, tepat, efektif, dan efisien. Metoda itu juga harus melihat dari situasi dapilnya masing-masing,
"Kalau masyarakatnya sudah modern, sarana komunikasinya bisa dengan piranti yang canggih pula," kata dia. . Misalnya lewat internet yang bisa diakses tidak hanya dari komputer di rumah, tapi juga laptop, ponset pintar (smartphone), tablet, maupun android.
Namun, menurut Firman, bagi masyarakat pinggiran, sarana komunikasi minimal yang bisa dilakukan adalah dalam bentuk kirim pesan pendek (SMS) atau telepon langsung. Dia yakin, suatu saat nanti, masyarakat di dapilnya makin cepat melek teknologi informasi. "Yang penting adalah, setiap interaksi dari masyarakat harus cepat direspons di mana saja kita berada," kata Firman yang kini menjadi wakil ketua Badan Legislasi (Baleg).
Dengan adanya sarana komunikasi yang dapat diakses secara mudah, kata Firman, masyarakat diharapkan bisa ikut mengaudit pemanfaatan dana aspirasi yang besar itu. "Caranya, saat kami turun ke bawah itulah, warga masyarakat bisa minta penjelasan dana itu untuk apa saja. Mereka juga bisa mengajukan anggaran untuk berbagai kegiatan yang bermanfaat," tuturnya.
Firman pun buka kartu, dirinya tidak hanya masuk di kantung-kantung Partai Golkar di dapilnya. Kantung-kantung partai lainnya pun dikunjungi. Dia berprinsip, masyarakat tak perlu dikotak-kotakkan dalam partai-partai. Yang penting, bagaimana angota Dewan itu bisa mampu menyerap aspirasi, memperhatikan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi warga. "Dengan demikian, kehadiran anggota Dewan tidak akan dipandang sebelah mata, tapi memang dibutuhkan," ujarnya.
Dengan pola komunikasi seperti itu, dia bersyukur pada Pemilu 2014 ini perolehan suaranya bisa bertambah hingga 81%. Pada Pemilu 2009 dia hanya memperoleh 49 ribu suara. Kini, pada 2014 Firman berhasil meraih 90.757 suara. Dengan jumlah itu, membawa Firman berada di urutan kedua peraih suara terbanyak setelah Imam Suroso dari PDIP dengan 91.708 suara. (b)