JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta pemerintah hati-hati dalam merespons pernyataan Presiden Filipinan Rodrigo Duterte.
Duterte sebelumnya mempersilakan jika TNI ingin terlibat dalam pemberantasan teroris ISIS di Marawi, Filipina Selatan.
"Sebenarnya ini ajakan dari pemerintah Filipina, tetap kita harus berhati-hati melihatnya, karena ada institusi di Filipina yang melarang itu. Jadi walaupun pemerintah mengatakan iya, tapi ada institusi yang mengatakan tidak. Menurut saya untuk sementara tidak perlu kita berangkat," kata Meutya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2017).
Ia berharap, pemerintah memperhatikan prosedur yang ada soal kemungkinan memberi bantuan militer ke Filipina.
"Itu dia, kita masuk itu benar atau salah, walaupun ada ajakan. Ada anggapan itu tidak benar, karena itu melanggar UU," ucapnya.
Kedua, lanjut politikus Golkar ini, langkah tersebut efektif atau tidak.
"Pertama saya kurang mendukung, karena tatanan menurut saya nanti salah. Kalaupun masuk, kalau tidak berhasil dan menumpas, bisa saja terjadi ada efek buat Indonesia, memancing atau balas dendam di Indonesia," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, pada Rabu (21/6/2017) malam.
Meski tidak dijelaskan secara rinci, komunikasi diasumsikan soal bantuan Indonesia untuk membebaskan Marawi dari cengkeraman ISIS.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai, saat ini komunikasi Indonesia dan Filipina memang sedang mesra.
Sejumlah daerah di Filipina Selatan saat ini memang dalam kondisi darurat. Militer Filipina masih belum memukul mundur kelompok sayap ISIS. TNI direncanakan diterjunkan ke selatan Filipina untuk membantu militer setempat dalam menggempur ISIS di sana.(yn)