JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Rapat Paripurna DPR hari ini mengesahkan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2018 menjadi undang-undang.
Dari 10 fraksi partai politik di DPR, hanya Gerindra yang menolak pengesahan RAPBN 2018 menjadi UU. Sementara, fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menerima dengan catatan.
"Apakah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2018 dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan selaku pimpinan rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Diikuti jawaban setuju dari anggota DPR yang hadir, Taufik pun langsung mengetuk palu sebagai tanda disahkannya RAPBN 2018 itu.
Di tempat yang sama, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Aziz Syamsuddin mengatakan, belanja negara tahun 2018 sebesar Rp 2.220,6 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.454,4 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 766,2 triliun.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, APBN tahun 2018 direncanakan mengalami defisit pada tingkat 2,19 persen terhadap PDB, dengan penurunan defisit keseimbangan yang cukup tajam, yaitu dari Rp 144,3 triliun pada outlook tahun 2017 menjadi Rp 87,3 triliun dalam tahun 2018.
Dia menambahkan, defisit anggaran juga mengalami penurunan dari Rp 362,9 triliun pada outlook tahun 2017 menjadi Rp 325,9 triliun dalam tahun 2018.
"Defisit APBN tahun 2018 dijaga lebih rendah untuk menjaga fiscal sustainability, penarikan utang terukur dan dikelola secara transparan, akuntabel, serta sesuai standar internasional," kata Sri Mulyani dalam pemaparannya.
Adapun asumsi makro yang disetujui Badan Anggaran (BAnggar), yaitu pertumbuhan ekonomi 5,4%, inflasi 3,5%, nilai tukar rupiah Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat (AS), dan suku bunga SPN tiga bulan 5,2%. Selain itu harga minyak mentah (ICP) 48 dolar AS per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1,2 juta barel setara minyak per hari.
Sementara itu, target pembangunan yang disetujui Banggar, yaitu tingkat pengangguran 5%-5,3%, tingkat kemiskinan sebesar 9,5%-10%, ketimpangan 0,38, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 71,5.
Pendapatan negara mengalami kenaikan Rp 16,3 triliun dari usulan awal menjadi Rp 1.894,7 triliun. Terdiri dari penerimaan negara sebesar Rp 1.893,5 triliun, yakni penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.618,1 triliun, naik Rp 8,7 triliun dari usulan awal.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 275,4 triliun, naik Rp 7,6 triliun dari usulan awal. Sementara penerimaan hibah tetap sesuai usulan awal, yakni Rp 1,2 triliun.
Adapun penerimaan perpajakan terdiri dari pendapatan pajak dalam negeri sebesar Rp 1.579,3 triliun, terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 855,1 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 541,8 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 17,3 triliun, cukai sebesar Rp 155,4 triliun, dan pajak lainnya sebesar Rp 9,6 triliun. Sementara itu, pendapatan pajak perdagangan internasional sebesar Rp 38,7 triliun, terdiri dari bea masuk sebesar Rp 35,7 triliun dan bea keluar sebesar Rp 3 triliun.
Pada belanja negara, mengalami kenaikan Rp 16,3 triliun dari usulan awal menjadi Rp 2.220,7 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat yang naik Rp 11,2 triliun menjadi Rp 1.454,5 triliun, adapun yang mengalami kenaikan dari usulan awal terdapat pada belanja kementerian dan lembaga yang naik Rp 25,5 triliun menjadi Rp 839,6 triliun.
Sementara untuk belanja non kementerian dan lembaga naik Rp 14,3 triliun menjadi Rp 614,9 triliun, terdiri dari pembayaran bunga utang yang naik Rp 9 triliun menjadi Rp 238,6 triliun dan subsidi energi yang terdiri dari subsidi BBM dan elpiji yang naik Rp 4,3 triliun menjadi Rp 46,9 triliun dan subsidi listrik yang naik Rp 4,6 triliun menjadi Rp 47,7 triliun. Selain itu, belanja lain-lain mengalami kenaikan Rp 3,5 triliun dari usulan awal menjadi Rp 67,7 triliun.(yn)