JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Panitia Kerja Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) masih membahas pasal penghinaan kepala negara. Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyatakan, Panja RUU KUHP mencari formulasi terbaik pasal yang kini masih menjadi polemik.
"Pasal yang menjadi polemik masih menjadi pembahasan di Panja RUU KUHP," ujar di GedungDPR RI, Jakarta, Rabu (7/2).
Bamsoet mendorong Panja RUU KUHP dan pemerintah dapat segera menemukan formulasi terbaik.
"Kami harapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa dicapai rumusan yang baik. Yang disepakati oleh pemerintah dan DPR tanpa mengesampingkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara," ungkapnya.
Bambang menjelaskan, ketentuan tentang penghinaan presiden yang menjadi polemik terutama pasal 238 dan pasal 239 ayat 2 RUU KUHP. Pada pasal 238 terdapat dua ayat.
Ayat pertama berbunyi setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak katagori satu. Sedangkan, ayat 2 berbunyi tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat 1 jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Adapun, pasal 239 juga memuat dua ayat. Pada ayat pertama berbunyi setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak katagori empat.
Sedangkan ayat 2 berbunyi tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat 1 jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. (aim)