JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Program Bantuan Siswa Miskin (BSM ) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dinilainsebagai upaya nyata pemerintah mewujudkan pendidikan wajib 12 tahun. Hanya saja perlu dipertegas, apakah kewenangan Kemensos atau Kemendikbu.
Menurut anggota Komisi X DPR Dadang Rusdiana, dua program ini sebuah terobosan yang luar biasa. Karena pemerintah hanya melihat siswa miskin saja, tapi yang menerima bantuan. Namun perlu memperluas jangkauan dengan memberikan bantuan kepada anak usia sekolah yang tidak bersekolah karena keterbatasan ekonomi. "KIP melanjutkan apa yang telah dilakukan BSM," katanya kepada TeropongSenayan di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut anggota Fraksi Partai Hanura, KIP yang disetujui Komisi X mampu menjangkau sekitar 17,6 Juta anak usia sekolah. Dengan rincian 9 juta mengakomodir BSM dan 5 juta mengakomodir siswa miskin yang belum terakomodir oleh BSM serta 3,6 juta untuk anak- anak yang diluar sekolah.
Di sinilah, lanjut Dadang, letak perbedaan strategis dan sasarannya. "Ini bedanya antara BSM dan KIP. Kalau BSM objeknya hanya anak sekolah. KIP lebih luas 3,6 juta anak yang berada diluar sekolah juga ditujukan agar anak yang sudah kadung berkerja bisa kembali sekolah," tandasnya.
Sekretaris Fraksi Partai Hanura di DPR ini menambahkan dalam rapat bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan beberapa waktu lalu terjadi perdebatan yang seru. "Apakah ini merupakan kewenangan Kementerian Sosial atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayan," ungkapnya seraya mempertanyakan.
Menurut Dadang, anak-anak tak mampu yang berada di luar sekolah merupakan kewenangan Kemensos, bukan Kemendikbud. Bukan hanya itu saja tetapi muncul juga perdebatan bagaimana menghadapi kesulitan mengajak anak untuk kembali sekolah. "Tapi Pak Anies Baswedan tetap semangat dan optimis anak yang berada di luar sekolah bisa kembali bersekolah jika dibiayai," pungkasnya. (ec)