JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa politisi Partai Golkar Yorrys Raweyai dalam kasus suap terkait pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla RI.
"Kemarin hari Sabtu ada "surat cinta" dari KPK. Hari ini jadi saksi untuk saudara Fayakhun, gitu saja suratnya," kata Yorrys saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Senin (14/5/2018).
KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 14 Februari 2018.
"Kalau saya lihat dalam surat ya yang disampaikan itu tentang anggaran 2016. Nah 2016 itu saya sudah tidak berada di DPR dan saya pikir kalau mekanisme internal itu kan, memang kami pada saat itu memahami ada perselisihan antara anggaran Bakamla yang seharusnya itu domainnya Komisi XI tetapi dialihkan ke Komisi I," kata Yorrys.
Menurut dia, KPK seharusnya juga bisa mengklarifikasi kepada beberapa pihak lainnya yang terkait dengan proses anggaran tersebut.
"Saya pikir kalau mau menuntaskan ini ya KPK juga bisa melebar ke siapa sih yang saat itu Ketua Banggarnya kemudian Bendahara Fraksinya siapa, berurusan dengan masalah-masalah yang terjadi di fraksi tentunya," ucap Yorrys.
Fayakhun selaku anggota DPR periode 2014-2019 diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa dia atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan RKAKL dalam APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.
Fayakhun disangkakan menerima uang senilai Rp12 miliar dan 300 ribu dolar AS ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Saat ini, ia sudah tidak lagi berada di komisi tersebut, tapi duduk di Komisi III yang bermitra dengan KPK.
Fayakhun diduga menerima "fee" atau imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau senilai Rp12 miliar dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya M Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali.
Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima uang sejumlah 300 ribu dolar AS.
Fayakhun disangkakan melanggar 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.(yn)