JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan pidato Jokowi yang sama sekali tidak menyinggung soal polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam momentum Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia).
"ICW juga menyayangkan Presiden tidak menyinggung kegaduhan demi kegaduhan yang selalu diciptakan oleh Pimpinan KPK. Satu di antara sekian banyak kegaduhan adalah penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (10/12).
Sebagai kepala negara, kata Kurnia, semestinya Jokowi menegur Pimpinan KPK. Sebab, akibat kegaduhan-kegaduhan itu, roda kerja KPK terganggu dan capaiannya juga jauh dari kata ideal.
"Terutama dalam lingkup penindakan," ujarnya.
Diketahui, terdapat 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK. Dari jumlah itu, 18 pegawai dilantik sebagai ASN setelah mengikuti Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan. Sementara seorang telah purnatugas, dan 56 orang lainnya telah diberhentikan per 30 September 2021.
Adapun dari 56 orang itu, 44 di antaranya telah dilantik menjadi ASN Polri bertepatan dengan momentum Hakordia, kemarin. Dua di antanya yakni, eks penyidik senior Novel Baswedan dan mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo
Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) sebelumnya menyatakan bahwa asesmen TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN mengada-ada.
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman memandang asesmen TWK menjadi alat cuci tangan Ketua KPK Firli Bahuri untuk menyingkirkan penyidik senior Novel Baswedan dan kawan-kawan dari lembaga antirasuah.
Pasalnya, menurut dia, dalam Pasal 69C UU 19/2019 tentang KPK maupun PP 41/2020 tentang pengalihan pegawai KPK menjadi ASN tidak disebutkan adanya TWK sebagai syarat peralihan status pegawai.
Aturan mengenai asesmen TWK hanya tercantum dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.
Dalam Perkom itu pula, lanjut Zaenur, asesmen TWK dilakukan bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun pada hakikatnya, pengalihan status tersebut, kata dia, seharusnya tidak perlu melibatkan lembaga lain.
Zaenur memandang, pelibatan lembaga lain dalam proses peralihan status pegawai KPK hanya sekadar melempar bola panas guna membagi beban yang ditanggung Firli dengan pejabat negara lain.
Ia pun berpendapat, alih status ASN pegawai KPK berujung polemik lantaran UU 19/2019 yang menjadi acuan telah bermasalah sejak awal.