JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Peneliti Politik Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, menyatakan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar digelar untuk merespons kegagalan Airlangga Hartarto dalam Pemilu 2019. Di samping itu juga upaya mengendalikan porsi kekuasaan di pemerintahan 2019-2024.
"Selepas momentum Pemilu, normal saja Parpol lakukan evaluasi ketua umum. Golkar terhitung gagal mempertahankan perolehan kursi parlemen, itulah yang mengemuka sebagai alasan harus segera Munas," ujar Dedi, saat menjadi narasumber diskusi Polemik MNC Trijaya, di Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Dedi menyebutkan, setidaknya dua agenda besar menanti Golkar dalam Munas. Yakni, untuk mengganti Airlangga Hartarto yang saat ini memimpin, dan memastikan Golkar mendapat kecukupan kursi di kabinet juga pimpinan MPR.
"Tidak dapat dihindari, hari-hari ini sangat krusial bagi Golkar untuk memastikan perolehan kursi di kabinet dan ketua MPR. Dua hal itu bergantung kepiawaian ketua umum dalam proses tawar menawar dengan Presiden, jika ada desakan kader segera Munas, maka Airlangga dianggap tidak piawai," ucap Dedi
Dalam analisanya, Dedi menilai, Munas Golkar berpeluang untuk menghentikan langkah politik Airlangga Hartarto.
"Kader Golkar sejak berdiri sudah diisi politisi rasional, ada angka yang turun karena ketua umum tidak fokus bekerja untuk Parpol. Ini juga potensi menjadi alasan untuk menghentikan langkah Airlangga, dia cukup duduk kabinet, bukan di pimpinan Parpol," jelasnya.
Disinggung pertemuan Jokowi dengan Airlangga dan Bamsoet, Dedi menilai pertemuan tersebut tidak jauh dari urusan calon ketua umum. Menurutnya, Jokowi punya kepentingan terhadap ketum Golkar mendatang.
"Mudah saja, Jokowi dan Golkar punya hubungan simbiosis mutualisme. Golkar sepanjang sejarah selalu berdampingan dengan kekuasaan, polemik apapun yang mengemuka di Golkar, sebenarnya semua tetap mendukung pemerintah, tetapi ini soal akomodatif atau tidak bagi kader," tutup Dedi mengakhiri pembicaraan.(plt)