JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sebanyak 5.227.852 jiwa yang terdaftar dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatandinonaktifkan mulai hari ini, Kamis (1/8/2019).
Hal tersebut dilakukan karena Kementerian Sosial (Kemensos) menemukan adanya data kependudukan yang tak valid hingga peserta yang sudah meninggal dunia.
"Kami ingin membantu melengkapi penjelasan yang berkembang terkait konferensi pers di BPJS kemarin. Bahwa memang betul salah satu tugas Kementerian Sosial adalah melakukan penetapan hasil verivali (verifikasi dan validasi data). Jadi sudah ke-6 Menteri Sosial menyempurnakan pemutakhiran data-data PBI. Pada surat keputusan ke-6 itu, terdapat sebanyak 5.227.852 jiwa terhitung 1 Agustus 2019 dilakukan perubahan terhadap data-data PBI," kataKepala Biro Humas Kemensos, Sonny Manalu, di kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Sonny memaparkan, dari 5.227.852 jiwa yang dinonaktifkan dari PBI BPJS Kesehatan, terdapat 5.113.842 jiwa yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tak valid, dan selama empat tahun tak menggunakan layanan PBI BPJS Kesehatan.
"Pada tahap ke-6 ini berdasarkan hasil pemadanan data kesejahteraan sosial dengan master file BPJS Kesehatan, serta sistem administrasi kependudukan (Siak) itu terdapat 5.113.842 peserta PBI yang di luar data Kemensos, ditemukan ada status NIK tak jelas. Kalau BDT (Basis Data Terpadu) itu kan harus NIK-nya jelas, diklik nomornya ada nama orangnya. Juga yang selama 2014 sampai sekarang mereka semua ini tidak pernah mengakses PBI BPJS Kesehatan," terang Sonny.
Kemudian, sisa 114.010 jiwa itu tercatat sudah meninggal dunia, data atau NIK ganda, dan sudah berpindah segmen layanan atau sudah memiliki kemampuan finansial di atas peserta PBI BPJS Kesehatan, sehingga dihapus permanen dari data PBI BPJS Kesehatan.
"Terdapat 114.010 orang yang sudah meninggal dunia, kalau meninggal dunia ya nggak dapat bantuan lagi dong. Sementara ada yang hidup miskin dan dia lah yang berhak dapat. Itu juga termasuk yang datanya ganda itu kan harus dibuang, kemudian yang berpindah segmen, naik kelas atau dianggap sudah mampu," ujar Sonny.
Sonny mengatakan, penonaktifan ini bukan berarti mengeluarkan orang-orang tersebut dalam layanan PBI BPJS. Hal tersebut disebabkan berdasarkan kasus-kasus di atas yang sudah ia sampaikan.
"Itu apa yang 5,2 juta sekian itu menjadi tidak mendapat bantuan? Kan begitu seakan-akan dikeluarkan. Padahal sebenarnya, pertama tidak mungkin Kemensos secara sepihak menentukan siapakah yang lanjut mendapatkan bantuan iuran atau tidak. Padahal sebenarnya bukan dikeluarkan karena supaya tidak menerima bantuan. Karena berdasartan BDT dia tidak terakses, diklik pun nggak muncul namanya. Ada data itu dahulu," paparnya.
Padahal, terdapat sekitar 6 juta jiwa yang sudah memiliki data valid dan berhak mendapatkan PBI BPJS Kesehatan, tetapi belum masuk dalam kuota PBI. Untuk itu, salah satu tujuan dilakukannya penonaktifan ini agar 6 juta jiwa tersebut dapat memperoleh bantuan sesuai haknya.
"Di satu sisi Kemensos terdapat enam juta sekian data orang yang punya data valid, yang memenuhi syarat menerima bantuan iuran. Dia memiliki hak, dia miskin, data-datanya lengkap, tapi belum masuk. Di satu sisi ada yang masuk di dalam tapi sudah tidak memenuhi syarat. Tentu atas dasar keadilan Mensos memiliki tanggung jawab untuk memberi kesempatan seluas-luasnya kepada mereka yang paling berhak," tandasnya. (Alf)