JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Prof. Rokhmin Dahuri menyatakan bahwa saat ini banyak industri perikanan gulung tikar, karena kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti yang sering menerbitkan aturan larangan.
Hal itu dikatakan Rokhmin Dahuri dalam acara Seminar Nasional Prospek Poros Maritim Dunia di Periode Kedua Jokowi, yang diadakan oleh The Habibie Center, di Hotel Le Meridian, Jakarta, Selasa (6/8/2019) lalu.
“Masalah utamanya di ekonomi sektoral hancur lebur. Walaupun dari sudut penegakan hukum saya kira sudah cukup membuahkan hasil. Paling tidak, ada efek jera soal illegal fishing, soal konservasi juga,” katanya.
Melalui akun twitter pribadinya, Susi lantas memberikan respon tidak terima atas kritikan itu. Menteri Susi bahkan mengatakan bahwa yang bangkrut dan hancur memang ada, yaitu industri pencurian ikan yang memang sengaja dibangkrutkan.
“Yang Bangkrut dan Hancur adalah Industri Pencurian Ikan. Industri Pencurian Ikan memang saya bangkrutkan. Masa ada industri pencurian ikan kok dibiarkan,” tulis Susi melalui akun twitter pribadinya @susipudjiastuti, Rabu (6/8/2019) lalu.
Namun, Koordinator Forum Marikultur Nasional, Muhibbuddin Koto, alias Budhy Fantigo, membenarkan apa yang disampaikan Rokhmin Dahuri. Budhy menegaskan, industri perikanan hancur lebur adalah fakta.
“Volume ekspor perikanan dalam lima tahun ini menurun. Anda bisa cek datanya. 2014 sekitar 1,2 juta ton. Sejak 2015 sampai dengan sekarang di bawah 1 juta ton,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Budhy, UPI (Unit Pengolahan Ikan) utilitasnya rata rata di bawah 40%. Padahal, sebelumnya di atas 50%. Termasuk produksi pakan ikan nasional juga turun, yakni di bawah 70% dari kapasitas. Padahal, sebelumnya mendekati 90%.
“Jumlah unit kapal tangkap yang beroperasi juga jauh menurun. Budidaya kerapu, kepiting sudah lenyap di era Susi. Bisa dilihat di Muara Baru sebagai pelabuhan perikanan terbesar, berapa banyak kapal yang parkir dan UPI di Muara Baru juga banyak yang tutup, harga ikan terutama ikan tangkapan semuanya naik (harga). Ini indikator memang supply yang turun,” tegasnya.
Terkait dengan stok ikan, kata Budhy, saat ini memang terkesan tinggi (12,54 juta ton), karena metode penghitungannya diperbaiki, sampling lebih banyak dan item pengamatan lebih banyak.
“Sebenarnya dari dulu stok ikan sudah tinggi, para ahli berestimasi antara 6,5 – 16 juta ton. Namun untuk menghindari over fishing, maka ditetapkan hanya 6,5 saja,” pungkasnya.
Sementara, Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo), Wajan Sudja, mengatakan bahwa justru yang bangkrut dan sekarat ada ribuan UMKM Perikanan.
“Susi lupa kali ya yang pada sekarat atau bangkrut ada ribuan UMKM perikanan yang semuanya legal. Tidak terlibat dalam kegiatan illegal, apalagi illegal fishing,” tuturnya saat dihubungi, Jumat (9/8/2019).
“Pembudidaya ikan kerapu, bangkrut akibat Permen KP no 32/2016. Pengumpul benih lobster, bangkrut dan jatuh miskin akibat Permen KP no 56/2016,” ungkapnya.
Wajan juga menyoroti nelayan dengan kapal-kapal <5 GT bantuan KKP yang menghabiskan dana hingga triliunan dari APBN, dan kapal-kapal rongsokannya mangkrak.
“Ribuan crew lulusan Sekolah Tinggi Perikanan yang semula bekerja di kapal-kapal Indonesia yang tadinya nyaman, ada kamar dengan ranjang tidur, akibat Permen KP no. 56/2014 mereka sekarang harus tidur di tempat seadanya, seperti di laci,” katanya.
“Semua ini ditutupi dengan propaganda penenggelaman kapal. Orang awam non-perikanan tidak paham, bahwa kota-kota seperti Bitung, Tual, Sorong dan lain-lain yang menjadi pusat industri pengolahan perikanan, sekarang menjadi kota mati,” tandasnya. (Alf)