JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Usulan mengenai penghapusan wewenang Penyelidikan dan Penyidikan bagi Polisi di tingkat sektor atau kecamatan mengiang dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemanan Mahfud MD. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga tak menolak usulan itu.
Semenjak dibentuknya Polri belum pernah ada usulan penghapusan tanggungjawab yang melekat dalam Institusi bhayangkara itu, kendati rencana hanya sebatas pada tingkat Polisi Sektor (Polsek).
Mahfud MD beralasan jika Polsek doyan menerapkan pasal pidana dalam target penanganan perkara di tingkat kecamatan, sementara kasus yang ingin ditangani terkadang bersifat ringan dan bisa diselesaikan melalui mekanisme restorative justice atau pendekatan kemasyarakatan.
Namun demikian, usulan kebijakan itu belum mendapat kritikan dari pihak pemerhati institusi Kepolisian, hatta dari lembaga polisi itu sendiri. Pasalnya, usulan tersebut jika diberlakukan, dinilai merupakan langkah kemajuan untuk membenahi institusi Kepolisian untuk menuju cita-cita Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter).
Hal itu diungkapkan oleh presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane yang menyebut gagasan tersebut sangatlah ideal bagi Kepolisian. Menurutnya, usulan itu justru sangat membantu polisi maupun masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil di mana kantor Polsek sangat jauh.
"Dengan demikian Polisi hanya menangani kasus-kasus pelik dan besar dan semua itu hanya bisa ditangani di Polres maupun Polda. Sedangkan Polsek lebih diarahkan pada deteksi dini dan antisipasi serta pembinaan keamanan masyarakat," katanya kepada TeropongSenayan, Kamis (20/2/2020).
Senada dengan Mahfud, Neta juga beralasan jika kasus-kasus kecil, semisal pertikaian antar tetangga, anak tetangga mencuri sendal, dan lain-lain cukup diselesaikan lewat restorative justice saja, tak perlu Polsek kerepotan menangani hal itu hingga menerapkan pidana bagi yang bersangkutan.
"Polsek cukup memanggil kedua belah pihak dan mendamaikannya secara kekeluargaan lewat restilorative justice," ujarnya
Hal itu bertujuan, kata Neta, agar penanganan kasus kecil tidak berlarut-larut dan bisa cepat diselesaikan hingga kedua belah pihak bisa segera mendapatkan kepastian hukum dan rasa keadilan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Namun, gagasan itu akan berbenturan jika dari Kepolisian sendiri belum siap mengahadapinya. "Persoalannya apakah mental aparatur kepolisian di jajaran bawah sudah siap, apakah jajaran bawah Kepolisian, terutama di Polsek sudah benar-benar promoter," ucap Neta.
Neta menjelaskan, tanpa adanya mentalitas yang mumpuni dari Polisi sendiri, serta tanpa sikap yang benar-benar Promoter, restorative justica sulit untuk diterapkan.
"Apalagi jika prinsip "jika bisa dipersulit kenapa harus dipermudah" masih bercokol kuat di lingkungan oknum kepolisian, sehingga orientasinya tidak lagi promoter, tapi mencari kesempatan atau peluang di antara anggota masyarakat berkonflik. Inilah tantangan terberat gagasan restorative justice," tutup Neta.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Brigadir Jendral Raden Argo Yuwono kepada TeropongSenayan mengatakan, Institusi Kepolisian tak memandang usulan Menkopolhukam itu sebagai hal yang buruk. Polri, kata dia, mendukung kebijakan Pemerintah tersebut kendati masih berupa usulan.
"Kan baru usulan, tapi tentunya polri menyambut baik setiap usulan yang ditujukan untuk perbaikan kinerja Polri. Tentunya usulan ini akan dikaji yang lebih mendalam, dan hingga saat ini polri berpedoman pada undang-undang Kepolisian ygan berlaku dalam melaksanakan tugas," ujarnya. (Al)