JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mantan Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Tjatur Sapto Edi menyatakan pelarangan ekspor mineral mentah diamanatkan oleh UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba.
"Semangat UU ini sungguh mulia, dan saya tahu persis Pak Hatta selaku Menko Perekonomian mendapat tantangan yang sangat berat dalam mengimplementasikan UU ini baik dari dalam maupun luar negeri," kata Tjatur kepada TeropongSenayan di Jakarta, Selasa (26/5/2015).
Tjatur menjelaskan, pelarangan itu diikuti dengan kewajiban bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Kontrak Karya Pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah dengan membuat smelter atau pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebagaimana tercantum dalam pasal 102, 103 dan 170 UU tersebut.
"Sudah menjadi kewajiban Hatta Rajasa selaku Menko Perekonomian pada waktu itu untuk memastikan UU ini berlaku. Justru kalau UU tidak berjalan maka pemerintah melanggar Undang-undang," tandasnya.
Saking kerasnya Hatta melindungi sumber daya alam Indonesia, bahkan muncul julukan Hattanomics yang diasosiakan dengan proteksionis dan terlalu nasionalistik.
"Tapi Pak Hatta tidak peduli, karena beliau tahu demi menjalankan amanat UU dan masa depan perekonomian negara hal ini musti dijalankan apapun risikonya," katanya.
Namun, lanjut dia, bagi para pengejar rente dan kaum neolib penghamba washington consesus memang kebijakan ini tidak populer.
"Karena dengan kebijakan ini, bangsa Indonesia akan berhenti menjadi kuli di negeri sendiri. Para insinyur kita akan lebih mumpuni mengolah kekayaan alam kita sendiri. Negara menjadi tahu seluruh kandungan mineral yang ditambang oleh pemegang IUP atau KKP. Sumber daya lokal akan berkembang, pendidikan pertambangan mendapatkan tempatnya dan lapangan kerja akan terbuka lebar," ujar dia.
Sebenarnya, kata Tjatur, bangsa Indonesia mendapatkan nilai tambah yang sangat besar dan menjadi tuan di negeri sendiri. Mungkin karena kebijakan ini, Pasangan Prabowo-Hatta mendapat tantangan yang sangat keras dari para pemburu rente dan kaum neolib.
"Demi Allah dan Indonesia tercinta, kebijakan ini adalah kebijakan besar dan sama sekali tidak ada hubungan dengan urusan ecek-ecek satu dua perusahaan sebagaimana fitnah Bang Faisal Basri," ketus dia.
Ia mengaku gagal paham kepada Faisal Basri yang dulu begitu intelektual bisa dengan mudahnya memfitnah Hatta Rajasa.
"Walaupun begitu saya tetap menyarankan Bang Hatta agar memaafkan dan lebih mencintai saudaranya tersebut," pungkas dia. (al)