JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil meminta agar staf khusus Presiden Joko Widodo dibubarkan. Ia menilai keberadaan staf khusus yang diisi oleh anak muda itu tidak ada manfaatnya.
"Saya meminta agar staf khusus itu dibubarkan saja karena tidak ada manfaatnya, bahkan cenderung membangun pencitraan dan habisin uang negara," kata Nasir saat dihubungi TeropongSenayan, Minggu (22/3/2020).
Kalau alasannya, kata Anggota Komisi III DPR RI ini hanya ingin memperdayakan anak-anak muda. Ia lebih setuju jika anak muda itu difasilitasi saja usaha atau kegiatan mereka oleh negara melalui kementerian terkait.
"Staf khusus itu gak jelas tupoksinya karena itu sebelum terlambat, sebaiknya dilikuidasi aja," tegasnya.
Sebelumnya, Direktur eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah memberikan penilaian, Presiden dianggap kebingungan dalam memahami situasi, hal ini karena Presiden terlanjur percaya dengan laporan Menteri Kesehatan Terawan yang menyatakan Indonesia bebas penyebaran wabah.
"Menkes hanya menyampaikan informasi yang membuat Presiden senang, sementara Presiden tidak memiliki penasehat sains kredibel penunjang, ini kesalahan Presiden, staff ahli di Istana itu terlalu banyak omong kosong, sementara saat negara seperti sekarang ini, siapa di antara staff ahli itu yang punya pengetahuan sains? Kita belum dengar satupun yang bicara dan masuk akal," terang Dedi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/3/2020).
Dedi menuturkan, seharusnya ada staff ahli bidang sains di Istana, sementara yang ada saat ini di dominasi staff ahli bidang sosial politik.
"Dengan kejadian ini, Presiden lebih baik mengganti semua staff ahli yang tidak terlalu mengerti hal-hal teknis, termasuk Menkes rasanya sangat layak mengundurkan diri atau sekurang-kurangnya diberhentikan," tambahnya.
Sebaliknya, Dedi melayangkan kritik keras terhadap kebijakan Presiden yang justru mengundang wisatawan saat banyak negara telah terpapar wabah.
"Inilah buah dari kebijakan tersebut, bahkan warga asing terutama dari China tetap masuk meskipun kita sedang krisis penanganan, jelas ini membahayakan warga negara," katanya.
Dedi berharap, Presiden segera mengambil kebijakan dengan lebih dulu mendengar ahli bidang relevan, tidak sekedar percaya pada Menkes yang telah terbukti menjerumuskan Indonesia ke kondisi krisis.
"Presiden harus punya pengetahuan langsung dari bidang relevan, sangat disayangkan jika hari-hari kedepan Presiden kembali mengambil langkah salah," tandasnya.