JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, menyesalkan terjadinya kontradiksi hukum antara Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 soal kendali terhadap ojek online (ojol) agar tidak membawa penumpang di musim wabah Corona. Aturan ini dikhususkan bagi wilayah yang sudah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Pelarangan ojol membawa penumpang termuat dalam lampiran penjelasan Pasal 13 tentang peliburan tempat kerja dalam Permenkes PSBB. Pasal tersebut berbunyi “Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.”
Namun kini tertindih oleh aturan Permenhub yang dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d menyebutkan, "Dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan..."
Politikus PDI Perjuangan itu mengritik ketidaksinkronan aturan pemerintah tersebut. Selain membingungkan masyarakat, aturan ini juga menimbulkan masalah pada penanganan wabah korona. Rahmad pun menyebut telah terjadi inkonsistensi dalam menangani wabah.
"Jangan menurunkan wibawa kebijakan perang melawan corona sehingga membuat rakyat bingung. Ini jadi kritik keras kepada semua pihak di pemerintahan di saat bersama-sama melawan Covid-19, namun yang tampak ada terkesan mencla-mencle. Yang satu boleh yang lain melarang," kata Rahmad Handoyo saat dihubungi, Senin (13/4/2020).
TEROPONG JUGA:
âÂÂLarang Sekaligus Izinkan Ojol Bawa Penumpang, Indikasi Pemerintah Tak Siap Beri Bantuan
âÂÂDua Peraturan Kontradiksi, DPR Minta Presiden Turun Tangan Larang Ojol Bawa Penumpang
âÂÂPermenhub Soal Ojol Tumpang Tindih dan Membingungkan Masyarakat
Rahmad menilai pemerintah mendegradasi keputusan yang sudah dibuat sebelumnya. Oleh karenanya dia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub)perlu duduk bersama menjelaskan polemik tersebut. Pasalnya, kebijakan yang bertolak belakang ini membuat bingung aparatur di bawahnya dalam menegakkan disiplin dan aturan yang sudah di buat.
"Saya mempertanyakan kebijakan dari Kemenhub. Apa tidak ada alat telepon, apakah tidak ada WhatsApp atau tidak ada apa pun komunikasi untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan Kemenkes? Sangat disayangkan kebijakan krusial tapi saling bertabrakan," ujar legislator dari Jawa Tengah ini.
Selain itu, Rahmad juga mengingatkan agar selanjutnya tidak lagi terjadi polemik hukum, apalagi disaat keadaan darurat seperti sekarang. Kebijakan apapun yang hendak diputuskan harus satu padu dengan kebijakan yang lain. Dengan demikian, baik aparat maupun masyarakat tidak gagap saat menerapkannya di lingkungan.
"Saya kira, parlemen tidak perlu ngajari bagaimana berkoordinasi, berkomunikasi yang baik dan benar agar keputusan dan kebijakan tidak saling bertolak belakang. Namun kedisplinan yang tinggi dengan mematuhi aturan keputusan yang telah di ambil, kita akan mudah melawan corona," pungkasnya.