JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Peneliti hukum dan konstitusi Setara Institute Inggrit Ifani menyatakan masyarakat tidak perlu mematuhi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Peraturan ini pertama kali diteken oleh Menhub Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengatur ojek online atau ojol diperbolehkan membawa penumpang.
Inggrit menjelaskan, Permenhub tersebut bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Layanan transportasi Ojol menjadi salah satu yang diatur dalam Permenkes PSBB ini. Bila suatu daerah menerapkan status PSBB, maka ojol masih diperbolehkan untuk beroperasi. Namun, hanya untuk mengirim barang, bukan penumpang.
Hal itu termuat dalam lampiran penjelasan Pasal 13 tentang peliburan tempat kerja dalam Permenkes PSBB. Pasal tersebut berbunyi “Layanan ekspedisi barang, termasuk sarana angkutan roda dua berbasis aplikasi dengan batasan hanya untuk mengangkut barang dan tidak untuk penumpang.”
Selain itu, Permenhub ini juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Regulasi ini telah mengatur bahwa pembatasan sosial berskala besar telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan usulan pemerintah daerah.
"Secara hirarki peraturan perundang-undangan, peraturan yang lebih tinggi pasti PP. Secara awam saja bisa kita simpulkan tidak sesuai peraturan yang lebih tinggi, ini Permenhub sebenarnya gugur. Tidak bisa dikatakan gugur, tetapi batal secara hukum," kata Inggrit Ifani saat dihubungi, Rabu (15/4/2020).
TEROPONG JUGA:
> Izinkan Ojol Bawa Penumpang di Wilayah PSBB, Legislator Demokrat Nilai Permenhub Bikin Rumit
> Pakar HTN:Kebijakan Luhut Menabrak Aturan PSBB
> Permenhub Soal Ojol Tumpang Tindih dan Membingungkan Masyarakat
Menurut Inggrit, perbedaan pendapat atau aturan antar menteri kerab terjadi akibat Covid-19. Menkes Terawan pernah menyebut tidak perlu semua orang memakai masker. Hanya orang yang sedang sakit saja perlu memakainya.
Inggrit menambahkan hal ini juga menjadi bukti dan pertimbangan bahwa pemerintah tidak serius melarang Ojol bawa penumpang. Disisi lain, ojek pangkalan tidak termasuk diatur dalam pelarangan ini.
"Ini juga melibat bahwa pertimbangannya belum matang, masih mempertimbangkan ekonomi tidak melarang ojek pangkalan. Maunya pemerintah ekonomi jangan sampai mati," pungkasnya.
Mengenai kekeliruan peraturan menteri ini, Anggota Komisi Transportasi (Komisi V) DPR RI, Irwan, juga pernah mengatakan bahwa Permenhub No 18 Tahun 2020 tersebut sebenarnya tak diperlukan. Alasan Irwan senada dengan Inggrit, bahwa peraturan tersebut bertentangan dengan regulasi yang mendahuluinya.
Irwan menuturkan, PSBB telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020. Regulasi ini telah mengatur bahwa pembatasan sosial berskala besar telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan usulan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, kehadiran Permenhub yang baru diterbitkan dan diteken oleh Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Panjaitan hanya akan menciptakan aturan yang tumpang tindih.
"Peraturan Menteri Perhubungan tentang pengendalian transportasi cegah penyebaran covid-19 justru makin membuat mekanisme PSBB oleh pemerintah daerah ini makin rumit. Pembatasan sosial berskala besar cukup diatur oleh satu peraturan menteri yaitu peraturan Menteri Kesehatan," kata Irwan saat dihubungi, Minggu 12 Maret lalu.