Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Rabu, 22 Apr 2020 - 21:05:29 WIB
Bagikan Berita ini :

Banggar DPR: Pemerintah Ugal-ugalan Tangani Keuangan Negara

tscom_news_photo_1587564329.jpg
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Badan Anggaran DPR RI, Sukamta, mengatakan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilakukanpemerintah menjadi kacau semenjak pandemi Corona melanda negeri ini. Dia menyatakan banyak terjadi keanehan dalam anggaran perubahan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 Tentang Perubahan Postur Dan Rincian APBN TA 2020.

Sukamta mengungkapkan, awalnya APBN 2020 berjumlah Rp2.540 trilliun. Berikutnya terjadi penambahan belanja sebesar Rp73 trilliun, sehingga APBN menjadi Rp2.613 triliun.

“Gara-gara ugal-ugalan dalam pengelolaan keuangan negara terjadi peningkatan defisit APBN dari Rp397 trilliun atau 1,76%dari produk domestik bruto (PDB) menjadi Rp852 trilliun 5,07%dari PDB. Defisit anggaran akan semakin besar bisa sampai 10-15% jika tidak ada penghematan dan terus terjadi penambahan belanja negara sementara penerimaan negara semakin menurun akibat krisis ekonomi," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (22/4/2020).


TEROPONG JUGA:

> CORE: Anggaran Rp405,1 T untuk Atasi Wabah Mengandung 4 Risiko

> Pemerintah Langgar UU Jika APBN Diatur dengan Perpres

> Paket Stimulus Covid-19: Stimulus atau Stimules?


Hal itu, lanjut Sukamta, tak lepas dari kebiasaan pemerintah yang kerap memilih berhutang saat terjadi defisit anggaran negara. Padahal, tahun ini pemerintah harus membayar cicilan pokok hutang luar negeri sebesar Rp105 triliun.

Awalnya APBN 2020 memiliki pembiayaan anggaran dari hutang sebesar Rp351 trilliun. Lalu membengkak tiga kali lipat menjadi Rp 1.006 trilliun. Penambahan pembiayaan dari hutang membuat ruang fiskal Indonesia semakin terbatas ke depannya karena hutang semakin menumpuk. Kondisi ini membuat pemerintah akan semakin sulit dalam memenuhi likuiditas.

Sukamta menjelaskan, hutang yang semakin besar dan bertenor panjang akan membebani generasi yang akan datang. Pemerintahan Jokowi-Ma"ruf yang menikmati belanjanya namun generasi anak cucu bangsa Indonesia yang menanggung pengembalian hutangnya," ujar Sukamta.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, keadaan itu diperparah lagi tatkala pemerintah tidak mampu menjelaskan bagaimana hutang negara dikelola untuk kegiatan modal produktif atau konsumtif akibat tak memiliki arah yang jelas dalam alokasi yang turun secara gelondongan.

"Hutang menjadi modal produktif ataukah hanya konsumtif masih jadi pekerjaan rumah pemerintah ,” kata legislator dari dapil Yogyakarta ini.

Akal-akalan Perppu 1/2020

Sukamta mengungkapkan, per Maret 2020 telah terjadi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp76,4 triliun akibat realisasi pendapatan negara lebih rendah dibanding belanja negara. Pada Maret 2020, pendapatan negara baru mencapai Rp375,9 triliun sedangkan pemerintah telah mengeluarkan Rp452,3 trilliun untuk belanja.

"Pemerintah mengakali defisit anggaran dan untuk membiayai kebutuhan pemerintah yang ugal-ugalan lahirlah Perppu yang ugal-ugalan juga. Besaran defisit APBN pun melampaui tiga persen dari PDB, artinya terjadi pelanggaran Pasal 17 (3) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara," ungkapnya.

"Namun mensiasati hal tersebut, Perppu 1/2020 kemudian mengubah batas defisit anggaran negara melampaui 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), bahkan tidak ada batas atasnya," sambung Sukamta menjelaskan.

Untuk itu, Sukamta meminta langkah pemerintah untuk fokus pada penyelesaian Covid-19 yang belum selesai, bukan malah mengalihkan fokus pada masalah ekonominya. Setelah pandemi Covid-19 bisa diatasi, imbuh Sukamta, baru fokus penanganan dialihkan ke ekonomi.

“Jika pemerintah tidak segera menyelesaikan masalah Covid-19 kemudian membuat langkah-langkah strategis dengan target waktu yang jelas, maka kebijakan mengembalikan kondisi ekonomi akan sia-sia. Padahal efek Covid-19 diperkirakan bisa melebihi krisis moneter 1998, sehingga penerimaan negara akan semakin menurun dari perkiraan,” pungkasnya.

tag: #apbn  #banggar-dpr  #sukamta  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement