JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Badan Anggaran (Banggar) DPRtelah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 untuk penanganan COVID-19 menjadi undang-undang. Keputusan yang dilakukan dalam rapat kemarin (4/5) itu setidaknya telah disepakati oleh seluruh fraksi di DPR, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Anggota KomisiKeuangan/Komisi XI DPR, Anis Byarwati, mengatakan sejak Perppu itu diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo akhir Maret lalu, fraksinya secara tegas menolak sebagaimana sering dilakukan diberbagai rapat DPR. Pasalnya, PKS mencatat ada banyak ketentuan dalam peraturan tersebut yang berimplikasi buruk pada penanganan wabah COVID-19.
"Tidak kurang dari 22 butir catatan kritis disampaikan oleh Fraksi PKS terhadap PerppuNomor 1 Tahun 2020," kata Anis saat dikonfirmasi, Selasa (5/5/2020).
Legislator PKS dari daerah pemilihanDKI Jakarta 1 ini menunjukkan dua butir pasal paling krusial dalam Perppu yang telah disahkan menjadi UU tersebut.
Pertama, PKS berpendapat bahwa Perppu, maupun aturan turunannya, yakni Perpres 54/2020, tidak memberikan komitmen yang jelas mengenai anggaran penanganan wabah.
Covid-19. Ia mengungkapkan, pemerintah berulangkali menyatakan akan menggelontorkan dana Rp 405 triliun, akan tetapi angka tersebut tidak pernah tercantum dalam berbagai aturan yang telah diturunkan.
"Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk lebih transparan dalam hal realokasi dan kebijakan anggaran dalam penanganan wabah Covid-19," ujarnya.
TEROPONG JUGA:
>PKS Sebut Perppu No 1 Tahun 2020 Berpotensi Melanggar Konstitusi
>Anggota Komisi XI Nilai Ada yang Ganjil Dalam Perppu Penanganan Pandemi Covid-19
Kedua, PKS menilai kebijakan Perppu tersebut memiliki ketidakpastian akan keberpihakan terhadap kelompok masyarakat menengah ke bawah, kalangan rentan, dan yang terdampak pagebluk.
Menurutnya, Perppu 1/2020 tidak memberikan banyak ruang bagi perlindungan masyarakat berpenghasilan rendah yang terdampak dan belum masuk pada program keluarga harapan (PKH) serta belum menerima Kartu Sembako.
"Bahkan tidak ada satu pasal secara eksplisit yang terkait dengan kebijakan terhadap kelompok masyarakat mendekati miskin, rentan, dan terdampak tersebut. Sehingga alokasi Rp 405 triliun dikhawatirkan tidak akan banyak membantu bagi kehidupan mereka dan juga pada masa pemulihan nantinya," tegas dia.
Untuk itu, lanjut Anis, PKS mendesak pemerintah untuk fokus membantu dan melindungi rakyat dari segala dampak musibah ini. Caranya tentu melalui bantuan-bantuan kesehatan dan bantuan sosial langsung yang segera disalurkan kepada rakyat terdampak.
"Fraksi PKS mendorong Pemerintah agar mengganti Perpu No 1 Tahun 2020 dengan Perppu yang memperhatikan dan memasukkan poin-poin dalam pendapat Fraksi PKS tersebut di atas agar tidak menimbulkan berbagai masalah yang merugikan keuangan negara dan rakyat dikemudian hari," jelas Anis.
Anggota Banggar DPR dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam, sebelumnya juga telah menyatakan bahwa Perppu 1/2020 berpotensi melanggar konstitusi. Ia menilai terdapat sejumlah pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD1945.
"Terutama terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara," kata Ecky.
Anggota Komisi XI ini menunjukkan salah ketentuan yang diduga melanggar UUD 1945 yaitu Pasal 12 ayat 2. Pasal ini mengatur perubahan postur dan/atau rincian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
“Pasal ini jelas mengamputasi kewenangan peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-Undang atau yang setara,” ujarnya.