TEROPONGSENAYAN --Anggota fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR, Teddy Setiadi, meragukan substansi RUU Cipta Kerja yang disebut bertujuan untuk menyederhanakan perizinan dan tata kelola birokrasi untuk mendorong investasi dan penciptaan lapangan kerja. Pasalnya poin-poin itu sama sekali tidak tergambar secara jelas dalam rumusan 11 kluster RUU Cipta Kerja.
Ia menjelaskan, secara garis besar ada 6 hal utama yang ditawarkan pemerintah untuk penyederhanaan perizinan dan birokrasi dalam RUU Cipta Kerja ini, yaitu:
1. Pra syarat dokumen dan proses perizinan yang diatur dalam Undang-Undang sektoral akan dihapus, dan diatur ulang melalui Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden;
2. Seluruh kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan 32 urusan konkuren akan dihapus, dan diatur ulang melalui Peraturan Pemerintah;
3. Seluruh kewenangan menteri/kepala Lembaga negara yang sifatnya sektoral akan dihapus, dan dibuat secara umum menjadi kewenangan pemerintah;
4. Mereduksi kewenangan DPR/DPRD dan BPK/BPKP untuk mengawasi jalannya perizinan dan/atau pemanfaatan pembangunan;
5. Hal-hal strategis yang telah diatur dalam Undang-Undang sektoral, bisa dikecualikan untuk kepentingan strategis nasional;
6. Peraturan Daerah (Perda) yang dianggap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, bisa dibatalkan melalui Peraturan Presiden. Apabila Pemerintah Daerah tetap menjalankan Perda tersebut, maka bisa mendapatkan sanksi berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 bulan dan daerah tersebut juga bisa diberikan sanksi berupa penundaaan atau pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat.
TEROPONG JUGA:
> PP 17/2020 Beri Kuasa Presiden Merombak Jabatan ASN, Teddy: Kekuasaan Cenderung Korup
Berangkat dari 6 hal di atas,Teddy menerangkan bahwa kisruh RUU Cipta Kerja selama ini terjadi karena memang banyak substasinya yang mengarah pada sentralistik. Di samping itu, indikasi untuk menguntungkan kelompok tertentu serta pelanggaran terhadap UUD 1945 bukan sesuatu yang mustahil dalam RUU ini.
Menurutnya, jika Pemerintah ingin mendorong kemudahan perizinan di Indonesia, maka yang menjadi fokus dalam RUU Cipta Kerja ini cukup 4 hal yaitu:
1. Sederhanakan jumlah dokumen pra syarat izinnya;
2. Seluruh proses dilakukan secara online dan satu pintu;
3. Perbaiki tata kelola pelayanan publik, dan;
4. Tingkatkan kapasitas SDM aparatur sipil negara (ASN).
"Karena sifat RUU ini yang super instan, super kilat dan super aneh ini, maka tidak heran banyak elemen masyarakat yang mencurigai adanya "penumpang gelap" dalam RUU ini," ujar Teddy.