JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat Politik Gde Siriana Yusuf mengatakan kalau permohonan maaf Presiden Jokowi saat Idul Fitri jangan hanya sekedar ucap saja.
"Dalam momentum Idul Fitri 1441 Hijriah ini, permohonan maaf yang disampaikan Presiden Joko Widodo seharusnya tidak lagi sekadar basa-basi belaka," kata Gde melalui keterangannya, Senin (25/05/2020).
Gde menuturkan kalau permintaan maaf Presiden Jokowi jangan hanya sekedar formalitas saja tapi harus juga berdasarkan pada kebijakan yang belum maksimal.
Pasalnya, kalau ucapan yang dilontarkan Presiden Jokowi hanya sekedar ucap saja, namun harus berdasarkan kebijakan yang lukai hati rakyat.
"Ucapan Presiden Jokowi juga harus menggambarkan permintaan maaf atas tata kelola pemerintahan yang belum baik," tuturnya.
"Kini di era reformasi semestinya Presiden tidak menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat tanpa makna, atau sebatas basa-basi Lebaran saja," tambahnya.
Direktur Eksekutif Government and Political Studies (GPS) ini menilai kalau ucapan maaf di momen Idul Fitri terbentuk dari sebuah tradisi halal bihalal.
Menurutnya, tradisi halal bihalal di Indonesia tidak ada di negara lain dan tradisi ini memiliki dampak ke kehidupan sosial dan politik masyarakat.
"Secara sosial kehidupan bernegara lebih cair dan terbuka, di mana umat nonmuslim mendapatkan ruang dan momen untuk ikut memberikan ucapan Idul Fitri. Secara politik, halal bihalal jadi ruang untuk mencairkan ketegangan politik nasional," ujarnya.
Gde Siriana membeberkan kalau pada awalnya ide halal bihalal muncul dari Kiyai Wahab Hasbullah dan Bung Karno pada tahun 1948.
"Saat itu, kedua tokoh ini membuka dialog informal atas panasnya politik dan ancaman disintegrasi bangsa dengan konsep silaturahmi nasional, yang akhirnya diubah namanya menjadi halal bihalal," pungkasnya.