JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Menanggapi kondisi ramainya desakan agar sesama operator telekomunikasi bisa melakukan network sharing agar layanan komunikasi dapat dinikmati secara adil dan merata, Teguh Prasetya, Ketua Bidang Industri 4.0 Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) menyatakan sekarang saat yang tepat bagi pemerintah untuk revisi PP 52 dan 53
“2016 kemarin hal ini sudah diserukan dan mungkin karena berbagai hal dan waktunya tidak pas akhirnya belum bisa direalisasikan, akan tetapi melihat ekses dari pandemi covid 19 saya yakin saat ini merupakan waktu yang tepat untuk merevisi PP 52 dan 53," terang Teguh pada acara diskusi “Disetel (Diskusi dan Edukasi Telekomunikasi) yang digelar oleh Sobat Cyber Indonesia.
Teguh menganggap akan terlalu lama apabila harus menunggu omnibus law untuk merealisasikan hal tersebut. “Revisi saja PP tersebut, selesai sudah. Ini semua tergantung ditangan pemerintah saja. Tidak usah kekiri-kekanan lagi, karena sudah mendesak,” ujar Teguh.
“Revisi tersebut merupakan solusi cepat untuk semua karena semua membutuhkan hal tersebut. Bahkan operator yang selama ini mendominasi jaringan tetap akan diuntungkan karena mereka mendapatkan biaya interkoneksi,” tambahnya.
Teguh menyatakan bila hal tersebut direalisasikan tentunya semua bisa dibicarakan solusinya bersama agar para operator besar dan kecil tetap sama-sama diuntungkan. “Mau yg besar 80% dan kecil 20% atau apapun solusinya bisa dibicarakan diatas meja tapi yang jelas adalah adanya peningkatan utilitas daripada overlap semua jaringan,” kata ia.
Dilain pihak, Dilain pihak, Merza Fachys - Wakil Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) yang juga hadir dalam diskusi tersebut mengakui biaya untuk pembuatan satu BTS itu mahal.
“Bisa satu milyar investasi untuk satu BTS nya dan bila tanpa network sharing semua operator harus buat masing-masing, Bagaimana kita mau investasi ke wilayah terpencil yang misal penduduknya hanya ratusan. Hitungannya tidak akan masuk,” ujar Merza.
Muhammad Ikhsan, Ketua Bidang Infokom DPP KNPI yang juga hadir di acara tersebut menekankan pihaknya selama ini gencar menyerukan ide “Pulsa Satu Tariff” karena Pulsa sudah sama pentingnya seperti bensin karena pusat pergerakan terbatas maka komunikasi menjadi tiang utama pergerakan masyarakat dan perputaran ekonomi.
“Kalau bensin saja bisa satu harga kenapa pulsa tidak bisa satu tarif?” ujar Ikhsan. “Bila negara hendak mengeluarkan regulasi yang membatasi pergerakan masyarakat dalam menghadapi New Normal, maka pemerintah harus dapat merealisasikan pulsa satu tarif,” ujarnya lagi.
“KNPI siap mengawal untuk revisi PP 52 dan 53 secepatnya karena hal tersebut bisa dilakukan kapan saja, tergantung dari keinginan pemerintah untuk merealisasikan hak komunikasi masyarakat yang adil dan merata," tegas Ikhsan.