JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Sekumpulan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Merah Putih Cinta Tanah Air melakukan unjuk rasa di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (15/6) lalu. Massa aksi yang tidak diketahui dari mana asalnya tersebut menuding dua politikus DPR, Shodiq Mujahid dan Teddy Setiadi, sebagai provokator atas isu komunisme yang belakangan cukup santer dibicarakan
Teddy Setiadi, politikus Partai Keadilan Sejahtera yang menjadi salah satu objek aksi protes massa menanggapi tudingan tersebut. Anggota komisi II DPR ini mengungkapkan protes masyarakat yang menggema pada Senin (15/6) lalu itu adalah respons dari diskusi Teddy bersama masyarakat di daerah pemilihannya yang mengangkat tema penolakan RUU Haluan Ideologi Negara (HIP).
Acara tersebut digelar di Wisma Rinjani, Bandung, Jawa Barat bersama legislator Gerindra, Shodiq Mujahid pada Kamis, 11 Juni 2020 lalu. Acara tersebut memang mengundang sejumlah tokoh Sunda di Jawa Barat.
Namun Teddy menegaskan tak sedikitpun diskusi mereka bermaksud memprovokasi masyarakat. Justru, lanjut dia, diskusi tersebut ditujukan untuk memperjuangkan ideologi Pancasila yang terancam diperas akibat RUU HIP yang dinisiatori Badan Legislasi DPR.
"Saya bersama Pak Sodhiq kan Anggota Dewan dapil Jabar 1, Kota Bandung dan Kota Cimahi, diundang oleh tokoh Sunda Jawa Barat ada Kang Cece, Ceu Popong, Kang Didin maulani, Kang Memed, Jendral Ruchiyat dan tokoh Sunda lainnya. Temanya dialog final tokoh Jawa Barat menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP)," katanya kepada TeropongSenayan, Rabu (17/6/2020).
Teropong Juga:Ini Catatan PKS Menanggapi Ancaman Komunisme dalam RUU Pancasila
Akibat diskusi yang mengusung semangat Pancasila itu, dirinya dan Shodiq dituding sekelompok massa telah memprovokasi masyarakat dengan isu kebangkitan komunis.
"Saya sampaikan catatan dari fraksi PKS terkait RUU HIP ini. Diantaranya yang paling krusial adalah tidak dimasukannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam konsideran (pertimbangan yang jadi dasar peraturan) RUU HIP ini," jelasnya.
Teddy menjelaskan TAP MPRS XXV/1966 berkaitan erat dengan sejarah Pancasila sehingga setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Sementara itu, PKI pernah ingin mengganti ideologi Pancasila namun gagal karena mendapat perlawanan masyarakat pada masa itu. Sebab itu, kata Teddy, ketika bicara Halauan Ideologi Pancasila, harus disuarakan dengan tegas soal larangan PKI dan ideologi komunisnya di Indonesia.
"Kalau pendemo menuduh saya memprovokasi dan membodohi masyarakat dengan isu komunisme, ya salah alamat. Harusnya tanyakan kepada yang menolak memasukan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran dalam draft RUU HIP ini. Kalo sudah tidak ada yang menolak TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dijadikan konsideran berarti sudah clear, PKI dan ajaran komunisme terlarang di Indonesia, gak ada celah buat bangkit lagi," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Teddy menyebut RUU HIP membuka peluang terjadinya penyusupan ideologi terlarang yang selama ini diharamkan di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa ketentuan yang sejauh ini belum dimasukkan oleh DPR sebagai peneguh ideologi Pancasila terhadap ideologi lain.
Ia mengungkapkan fraksinya sejak awal sudah menyuarakan adanya celah yang menjadi karpet terselubung masuknya ideologi komunisme. Ketentuan yang dimaksud oleh Teddy tersebut adalah tidak dicantumkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme ke dalam konsideran (pertimbangan yang jadi dasar peraturan) RUU HIP.
Di samping tidak dimasukkannya TAP MPR tentang pelarangan ideologi komunis, Teddy juga mengungkapkan ada puluhan pasal lain tercantum dalam RUU HIP yang justru tidak memiliki nilai untuk memperteguh ideologi Pancasila.
"Ada 58 pasal dan delapan peraturan yang dijadikan konsideran. Fraksi PKS menilai peraturan yang dijadikan konsideran itu justru tidak berkaitan dengan Pancasila," kata Teddy dalam sebuah diskusi bertema "Final Penolakan Tokoh Jabar Terhadap RUU HIP" di Wisma Rinjani Bandung, Kamis, 11 Juni 2020.