JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Salah satu wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah penilaian kesehatan perbankan. OJK menggunakan metode penilaian sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.8/POJK.03/2016 tentang Penilaian tingkat kesehatan bank umum menggunakan pendekatan risiko atau risk base bank rating yang dilakukan berstandar list yang komprehensif terhadap kinerja profil resiko permasalahan yang dihadapi dan prospek penerimaan bank.
Anggota Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR, Anis Byarwati, mempertanyakan tingkat relevansi pendekatan resiko selama masa pandemi Covid-19 di saat fakta menunjukkan bahwa semua sektor ekonomi terpukul. “Apakah pendekatan ini masih relevan? Dan dimana tingkat relevansinya ?” tanya Anis di Jakarta, dikutip melalui keterangan tertulis, Kamis, 17 Juni 2020.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga menyoroti pemberlakuan kebijakan relaksasi bank umum konvensional dan bank umum syari’ah. Anis mempertanyakan dampak yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan pelaporan, perlakuan atau goverments atas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi. Begitu juga dengan dampaknya terhadap penyesuaian implementasi beberapa ketentuan perbankan selama periode relaksasi dan dampaknya terhadap penundaan implementasi Basell III Reform.
Terkait penilaian kesehatan bank yang menjadi wewenang OJK dimana penilaian meliputi kualitatif dan kuantitatif, Anis menyoroti aspek kualitatif yang sangat mungkin penilaian bersifat subjektif. Unsur yang dinilai secara kualitatif diantaranya yaitu tata kelola risiko, kerangka managemen resiko, proses managemen risiko kecukupan SDM, kecukupan sistem informasi managemen, dan kecukupan sistem pengendalian resiko dengan memperhatikan karakteristik dalam kompleksitas bank.
"Tidak dapat dipungkiri, semua aspek ini sangat bernilai subjektif. "Kita ingin tahu, bagaimana dan apa usaha OJK untuk mempertahankan objektifitas penilaian ini, sehingga informasi yang diberikan kepada Menteri Keuangan adalah informasi yang objektif dan akurat," ujarnya.
Hal lain yang ditanyakan Anis adalah bagaimana proyeksi OJK terhadap tingkat keberhasilan dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk bagian yang menjadi core kewenangan dan tugas OJK serta dampak dari kebijakan yang diambil OJK dalam rangka memberi stimulus pada industri jasa keuangan.
"Bagaimana proyeksi tingkat keberhasilan dari program PEN dan bagaimana dampak stimulus pada industri jasa keuangan terhadap anggaran OJK hingga 2023?" tanya Anis.
Legislator dari daerah pemilihan DKI Jakarta I ini juga mengomentari rilis yang dikeluarkan oleh Satgas Investigasi pada 22 Mei 2020 tentang 50 fintech ilegal berkedok koperasi simpan pinjam. Penyebutan beberapa nama koperasi, memancing reaksi dan gelombang protes. Pada saat gelombang protes terjadi, satgas mengeluarkan rilis susulan pada tanggal 29 Mei 2020 sebagai koreksi atas rilis terdahulu dengan menyebutkan beberapa fintech yang ternyata bukan fintech ilegal.
Soal kasus tersebut, Anis mengingatkan OJK agar tidak lagi terulang karena sangat terkait dengan profesionalitas OJK. Kendati sudah dikeluarkan rilis baru, tidak serta merta membuat koperasi yang disebut namanya itu terpulihkan. "Recoverynya tidak semudah itu. Dan profesionalitas OJK disoroti masyarakat," kata Anis.