JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Desakan publik meminta Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Negara (RUU HIP) diganti menjadi RUU yang mengatur Pembinaan Ideologi Pancasila terus menggema. Setelah Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno menyampaikan aspirasinya ke MPR, kemarin (2/7), kini dukungan datang dari ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj saat menerima kunjungan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (3/7/2020). Seusai pertemuan, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa PBNU sepakat dengan MPR RI tentang perlunya penguatan pembinaan ideologi Pancasila.
Said Aqil mengatakan, PBNU mengusulkan agar RUU HIP dicabut dan diganti dengan RUU baru bernama RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). RUU tersebut, kata Said, harus melibatkan masyarakat dalam pembahasannya.
“Kalau PBNU dari awal menyikapi sebaiknya RUU HIP dicabut, diulang dari awal, nama juga diubah total, supaya tidak multitafsir, langsung saja RUU BPIP, itu usulnya PBNU,” tegasnya.
Teropong Juga:
> Temui MPR, Try Sutrisno Minta RUU HIP Diubah dari Haluan ke Pembinaan Pancasila
Menurutnya, PBNU juga merasakan kekhawatiran yang sama seperti yang dirasakan publik soal dampak negatif yang berpotensi ditimbulkan RUU HIP. Kendati beitu, ia mengajak masyarakat, khususnya para Nahdliyyin agar sama-sama menjaga keutuhan bangsa dari kisruh yang ditimbulkan RUU tersebut.
“Keprihatinan kita sama, mari kita jaga keutuhan bangsa ini, apalagi dalam keadaan krisis pandemi, ekonomi,” ujarnya.
Sementara itu, Bamsoet mengatakan RUU HIP sarat akan kontraproduktif sehingga harus ditarik dan dihentikan pembahasannya. Namun, kata dia, semangat untuk memberi payung hukum dalam bentuk Undang-undang BPIP perlu didorong dan diberi ruang karena hal ini menyangkut masalah ideologi.
Dia melanjutkan, MPR dan PBNU menyepakati peningkatan pembinaan ideologi Pancasila harus dilakukan dengan menguatkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Hal itu disampaikan karena posisi BPIP saat ini baru diatur Perpres sehingga harus diperkuat oleh undang-undang agar tidak mudah dibubarkan pemerintahan selanjutnya.
“Pengaturan teknis pembinaan ideologi Pancasila harus melalui lembaga yang jelas, dan tidak cukup dengan Perpres yang nanti kita khawatir akan disalahgunakan oleh rezim yang berkuasa di kemudian hari,” kata politus Partai Golkar ini.
Bambang menyampaikan, saat ini pemerintah memiliki waktu hingga 20 Juli 2020 untuk merespons RUU terkait penguatan pembinaan ideologi Pancasila.
“Sekarang bola ada di pemerintah, dan pemerintah punya waktu sampai 20 Juli untuk merespons, apakah mengubah total DIM RUU HIP dari pemerintah untuk disampaikan kepada DPR, termasuk judul dan isinya, itu sangat tergantung dan kita serahkan sepenuhnya pada keputusan pemerintah,” jelasnya.
“Ada benang merah antara MPR, PBNU, dan purnawirawan TNI-Polri tentang keberadaan RUU HIP agar diganti dengan RUU BPIP secara lebih tegas, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang macam-macam. Semoga DPR dan pemerintah mendengar apa yang telah jadi aspirasi masyarakat,” sambungnya.
Pertemuan antara PBNU dan MPR tersebut berlangsung selama satu jam. Dalam kunjungannya, Bamsoet hadir bersama para Wakil Ketua MPR, di antaranya Arsul Sani, Syarief Hasan, Ahmad Basarah, dan Zulkifli Hasan. Adapun KH Said Aqil didampingi Sekjen PBNU Helmi Faishal Zaini dan Wakil Ketua Umum PBNU Prof Dr H Maksum Machfoed.