JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak mengkritisi kebijakan impor raw sugar (gula mentah) oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI. Pasalnya, kuota impor raw sugar untuk BUMN pemilik pabrik gula belum sesuai dengan kapasitas pengolahan dari raw sugar menjadi gula kristal putih (GKP).
Saat ini, kapasitas pengolahan raw sugar menjadi GKP oleh BUMN mencapai sekitar 400 ribu ton per tahun atau 10% dari total impor raw sugar yang mencapai 4 juta ton per tahun. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, kebutuhan gula untuk industri dan rumah tangga mencapai 6 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 2 juta ton per tahun.
"Hal itu untuk memberi kesempatan kepada BUMN bisa menyiapkan sarana proses rafinasi raw sugar menjadi GKP," kata Amin dalam siaran pers kepada wartawan, Kamis, 23 Juli 2020.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mendesak pemerintah memberikan kepastian besaran kuota impor gula untuk BUMN pemilik pabrik gula paling lambat di awal tahun.
Selain itu, Amin meminta revitalisasi pabrik gula mulai manajemen sampai sarana dan prasarana produksi. Menurutnya, pabrik dengan peralatan kuno tidak akan efisien sehingga diperlukan revitalisasi pabrik-pabrik gula.
Keterlibatan petani dalam menyiapkan bahan gula juga sangat diperlukan. Untuk itu, Amin meminta PTPN agar menjadikan petani sebagai mitra strategis dan mendorong mereka menjadikan komoditas tebu menjadi pilihan pertama mereka.
Holding PTPN, kata Amin, harus berupaya keras mencukupi kebutuhan gula dengan berbagai langkah strategis, baik yang terkait dengan produktifitas lahan (on farm) hingga perbaikan sarana produksi (off farm).
"Pemberdayaan petani tebu penting agar bahan baku untuk pabrik gula bisa terpenuhi sekaligus mengurangi ketergantungan impor," kata Amin.