JAKARTA (TEROPONGSENAYAN )MenteriK -- (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, meski diguncang pandemi korona, Indonesia belum mengalami resesi. Pasalnya, Indonesia baru mengalami pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan II-2020 yang merupakan pertama kalinya sejak 1999.
"Sebetulnya kalau dilihat dari tahun ke tahun belum resesi, karena baru pertama kali mengalami kontraksi," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Rabu, 5 Agustus 2020.
Ia menjelaskan, syarat suatu negara mengalami resesi ekonomi adalah menghadapi pertumbuhan ekonomi negatif selama dua triwulan berturut-turut secara tahun ke tahun.
"Kuartal dua baru pertama kali kontraksi. Ini menjadi pemicu agar pada kuartal 3 dan 4 tidak negatif dan terhindar dari zona negatif," ujarnya.
Sri Mulyani
Sri Mulyani menuturkan pemerintah bersama BI, OJK maupun pemangku kepentingan terkait terus berupaya mendorong percepatan stimulus maupun insentif yang sudah direncanakan agar ekonomi kembali stabil.
Dengan begitu, ia berharap ekonomi pada triwulan III tahun ini dapat tumbuh pada kisaran 0-0,5 persen dan triwulan IV 2020 dapat tumbuh hingga mendekati 3 persen agar pertumbuhan bisa kembali ke zona positif.
"Triwulan empat kita berharap bisa meningkat mendekati tiga persen. Kalau itu terjadi maka keseluruhan tahun bisa terjaga di zona positif, minimal 0-1 persen," jelas dia.
Kendati demikian, ia mengakui upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi bukan merupakan hal yang mudah mengingat berbagai sektor usaha maupun kelompok pengeluaran mengalami kontraksi yang dalam.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi terkontraksi pada level negatif untuk pertama kalinya sejak triwulan I-1999, setelah perekonomian pada triwulan II-2020 tumbuh negatif 5,32 persen.
Pencapaian ini sedikit meleset dari proyeksi pemerintah yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 di antara minus 5,08 persen-minus 3,54 persen dengan titik tengah minus 4,3 persen.
"Triwulan tiga memang probabilitas negatif masih ada, karena penurunan beberapa sektor mungkin tidak pulih secara cepat," kata Sri Mulyani.