JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Haris Pertama menyebutkan bahwa sertifikasi halal oleh MUI selama 30 tahun lebih tanpa akuntabilitas, transparansi dan pertanggungjawaban publik.
Hal tersebut dikatakannya karena tidak ada satu laporan apapun tentang biaya dan prosesnya serta hasilnya berapa jumlah yang sudah di sertifikasi sementara kantornya di biayai oleh negara lewat Kementerian Agama.
“Monopoli MUI tentang sertifikasi halal berdasarkan UU 33 tahun 2014 seharusnya berakhir karena proses sertifikasi halal dialihkan atau diambil alih negara karena sifatnya yang Mandatory (wajib) sedangkan dulu sifatnya Volunteer (sukarela),” ujar Haris dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (8/8/2020).
Dilanjutkannya, menurut UU 33 tahun 2014 kewajiban halal diberlakukan untuk semua produk makanan dan minuman sejak 17 Oktober 2019, 5 tahun sejak ditetapkan UU jaminan produk halal.
Sejak itu harusnya negara mendapatkan pendapatan dari proses sertifikasi halal namun masih banyak kendala yang belum bisa diwujudkan karena menteri keuangan belum mengeluarkan tarif biaya sertifikasi halal.
“Nah, dalam prosesnya, sekarang UU tersebut sedang di proses dalam klaster UU Cipta Kerja (Omnibus Law Cipta Kerja). Sertifikasi halal diharapkan dengan Omnibus Law Cipta Kerja ini bahwa proses pelayanan produk halal menjadi lebih mudah, sederhana dan murah dengan melibatkan semua ormas islam dan perguruan tinggi di Indonesia,” urainya.
Sementara diketahui MUI menolak proses ini karena akan mencabut hak
monopoli sertifikasi halal yang selama ini berlangsung dan dinikmati.
“Posisi MUI kuat karena ketua MUI sekarang adalah Wakil Presiden Republik Indonesia dan Wakil Ketua MUI adalah Wakil Menteri Agama yang membawahi BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) sehingga kontrolnya ada ditangan beliau, di sinilah terjadi konflik of interest atau konflik kepentingan antara sebagai pejabat negara dan pimpinan MUI,” terang Haris.
MUI sendiri adalah lembaga yang dibentuk oleh rezim orde baru tahun 1975 oleh presiden Soeharto, berarti sudah 30 tahun lebih dan menandakan proses sertifikasi ala MUI menghilangkan peran ormas islam lainnya, padahal status MUI adalah ormas juga.
Berdasarkan data yang ada, MUI mempunyai atau mendirikan organisasi LPPOM MUI sejak tahun 1989 sebagai pelaksana sertifikasi halal.
“Kami KNPI menduga adanya indikasi mengutip uang proses sertifikasi halal dari masyarakat pelaku usaha tanpa ada audit sampai sekarang. Akankah negara kalah oleh ormas sedangkan UU 33 tahun 2014 sudah harus laksanakan sejak 17 Oktober 2019 dari masa tenggang dari tahun 2014 selama 5 tahun,” ujar Haris.
Haris memperkirakan ada 70 jutaan pelaku usaha menengah ke bawah, makanan dan minuman, dan secara Nasional yang disampaikan oleh MUI dalam suratnya kepada DPR RI pertanggal 10 Juni 2020, kapasitas sertifikasi halal di MUI secara Nasional mencapai 102.744.000 pertahunnya.
“Sekarang, berapakah harga per sertifikasi halal ?, Belum lagi usaha menengah ke atas dan produk makanan minuman dari importasi ?sampai sekarang pertanggungjawabannya tidak jelas. Benarkah saat ini MUI justru sibuk menyalahkan pemerintah tanpa jelas pertanggungjawaban keuangan sertifikasi halal dengan mengatasnamakan Agama ?,” pungkas Haris.