JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir menyampaikan penjelasan Komisi III DPR terkait dengan perubahan ketiga Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan DPR, salah satunya UU yang lama sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.
"Perubahan UU No. 24/2003 tentang MK dilatarbelakangi karena terdapat beberapa ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan," kata Adies dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan Menteri Hukum dan HAM, perwakilan Kementerian PAN-RB, dan Kementerian Keuangan di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (24/8/2020).
Dalam perkembangan selanjutnya, kata Adies, setelah adanya perubahan UU No. 24/2003 melalui UU No. 8/2011 dan UU No. 4/2014, beberapa ketentuan pasalnya dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dinyatakan konstitusional bersyarat oleh putusan Mahkamah Konstitusi.
Adies mengatakan, bahwa RUU MK tersebut memuat empat poin, yaitu: pertama, kedudukan, susunan, dan kekuasaan MK; kedua, pengangkatan dan pemberhentian hakim MK.
"Ketiga, kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi serta dewan etik hakim konstitusi; dan keempat putusan Mahkamah Konstitusi," kata anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI.
Menurut Adies, DPR juga memandang dalam RUU tersebut perlu adanya pengaturan terkait dengan ketentuan peralihan agar jaminan kepastian hukum yang adil bagi pemohon dan hakim konstitusi.
Hal itu, menurut dia, agar hakim konstitusi yang saat ini masih mengemban amanah sebagai negarawan menjaga konstitusi tetap terjamin secara konstitusional.
Raker Komisi III DPR RI dipimpin Adies Kadir bersama Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J. Mahesa dan Pangeran Khairul Saleh.
Raker tersebut juga dihadiri Menteri Hukum dan HAM Yassona H. Laoly, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PAN-RB Rini Widyantini, dan Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini.