JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Anggota Komisi Ekonomi (Komisi VI) DPR, Amin Ak, meminta Menteri BUMN Erick Thohir membatalkan rencana menjual saham (initial public offering atau IPO) anak-anak usaha (sub-holding) Pertamina di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jika alasannya untuk mencari dana murah, menurut Amin, hal itu bisa dilakukan tanpa harus menjual IPO. Amin mengatakan, seharusnya yang menjadi fokus perhatian menteri BUMN adalah memperbaiki kinerja BUMN dan anak usahanya melalui implementasi secara disiplin prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yakni transparansi, akuntabilitas, responsibiltas, independensi dan fairness.
“IPO perusahaan BUMN atau anak usaha BUMN yang mendapat tugas negara mengelola sumber daya alam yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat luas berpotensi melanggar konstitusi,” katanya melalui siaran pers kepada wartawan, Senin, 31 Agustus 2020.
Mengacu pada pasal 33 UUD 1945, Pertamina adalah BUMN yang mendapat mandat negara memenuhi hajat hidup orang banyak dan mengelola sumber daya alam (SDA) migas, guna bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hal ini diperkuat Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No.36/2012 dan No.85/2013.
Pada prinsipnya, MK menyatakan penguasaan negara terhadap SDA dijalankan dalam bentuk pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan. Kekuasaan negara dalam pembuatan kebijakan, pengurusan, pengaturan dan pengawasan ada di tangan Pemerintah dan DPR. Sedangkan penguasaan negara dalam pengelolaan SDA berada di tangan BUMN.
Amin Ak
UU BUMN No.19/2003 pasal 77 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2004 menegaskan, privatisasi tidak boleh dilakukan terhadap persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberi tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
“Hak istimewa pengelolaan SDA hanya diberikan negara kepada Pertamina jika saham pemerintah di Pertamina masih utuh 100%. Jika saham pemerintah kurang dari 100%, maka privilege untuk pertamina dan anak usahanya akan hilang. Artinya, anak usaha yang sudah IPO tidak berhak mendapat privilege mengelola SDA,” jelas Amin.
Lebih lanjut politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan, persoalan yang membelit BUMN sehingga mengalami kerugian itu lebih banyak karena pengelolaan yang tidak profesional dan moral hazard. Amin menekankan, persoalan ini yang seharusnya dibenahi, bukan mengambil jalan pintas dengan melakukan privatisasi.
“Jangan jadikan BUMN sebagai sapi perah dan bagi-bagi posisi sebagai balas jasa kerja-kerja politik. Ini yang selama ini merusak kinerja BUMN,” tegasnya.
Legislator dari daerah pemilihan Jawa Timur IV ini menuturkan, salah satu upaya untuk menjadikan pengelolaan BUMN transparan bisa dilakukan melalui mekanisme non-listed public company (NLPC). Saham terdaftar di BEI tanpa harus menjual saham meski hanya 1 persen. Dengan begitu, GCG-nya akan meningkat lebih baik.
“Tanpa IPO, dana murah bisa diperoleh asal prinsip-prinsip GCG benar-benar diimplementasikan dengan baik". pungkas Amin.