JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Kendati memperoleh banyak penentangan dari berbagai kalangan, Kementerian Agama bersikukuh menyelenggarakan program penceramah bersertifikat.
Terbaru, nama program ini kemudian bertransformasi menjadi Penguatan Kompetensi Penceramah Agama. Wamenag Zainut Tauhid mengklaim, program tersebut telah diikuti oleh 53 ormas keagamaan dan bersifat sukarela.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf menyesalkan sikap Kemenag yang seolah abai terhadap aspirasi publik.
Pasalnya, sikap penolakan tersebut tidak hanya datang dari kalangan ulama maupun ormas, akan tetapi DPR RI pun sudah tegas menolak sebagaimana telah disampaikan langsung di hadapan Menteri Agama saat Rapat Kerja bersama Komisi VIII pada tanggal 8 September 2020 silam.
“Sejak awal sudah saya sampaikan, program sertifikasi ini menyimpan potensi untuk pembelahan umat Islam di Indonesia karena secara tidak langsung menciptakan polarisasi antar penceramah, yakni kubu yang bersertifikat dan kubu non-bersertifikat. Lagipula, munculnya program ini seolah diawali dari kecurigaan Menag bahwa rumah ibadah yang ada di lingkungan ASN maupun di luar sebagai salah satu pemantik radikalisme. Sehingga, saya pikir cara pandang ini justru bertentangan dengan ajaran Islam yang mengusung prinsip Rahmatan Lil Alamin atau sebagai pembawa kedamaian,” tuturnya di Jakarta, Jumat (18/9/2020)
Politikus PKS ini menilai, Kemenag gagal paham atas apa yang sudah disuarakan oleh para ulama dan dai yang menolak program ini.
Di samping itu, apabila dalih yang disampaikan adalah untuk menguatkan nilai-nilai wawasan kebangsaan, semestinya Kemenag bisa memaksimalkan program sosialisasi empat pilar atau kerjasama dengan Lemhanas.
Sementara itu, Bukhori turut menyoroti insiden logo MUI yang sempat dicatut secara sepihak oleh Kemenag dalam acara Sosialisasi Program Bimtek Penceramah Bersertifikat.
Pasalnya, MUI menegaskan tidak terlibat dalam acara tersebut dan telah memutuskan menolak kehadiran program tersebut sesuai hasil rapat Dewan Pimpinan pada 8 September 2020 silam.
“Tidak sepatutnya Menteri yang tugasnya melayani rakyat justru bertindak meresahkan. Ulah Kemenag yang mencatut logo MUI secara sepihak dalam program tersebut berakibat pada kebingungan bagi khalayak dan rasa keberatan bagi MUI. Sejumlah preseden ini akhirnya membuat saya agak khawatir melihat program ini jika terus dilanjutkan ke depannya. Sebab, mulai sejak tahap pewacanaannya sampai praktik penyelenggaraanya, program ini sudah banyak menimbulkan kegaduhan,” sambungnya.
Potensi gesekan antar lembaga keagamaan ini harus kembali diantisipasi di waktu mendatang. Kemenag harus memberi contoh yang baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya agar fungsi keagamaan sebagaimana dijalankan oleh Kemenag dapat mencerminkan risalah Islam yang rahmatan lil alamin, bukan sebaliknya," pungkasnya.