JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Apa jadinya jika produk hukum berupa perundang-undangan di Indonesia tak mencerminkan nilai-nilai dasar Pancasila? Tentu telah terjadi kontradiksi fundamental dalam sumber-sumber aturan yang dipakai negara ini.
Sebuah negara yang berasaskan Pancasila namun segenap peraturan perundang-undangannya tak mengandung atau bahkan bertolakbelakang dengan nilai-nilai Pancasila adalah sebuah ironi. Padahal, Pancasila merupakan sumber utama dari semua hukum di Indonesia. Apalagi hukum tersebut mengatur kehidupan orang banyak, maka jadilah masyarakat diatur oleh hukum yang tak membawa pesan-pesan Pancasila.
Hal itu mengemuka dalam kegiatan webinar Kedeputian Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi, yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Kamis (24/9). Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, mengatakan Pancasila merupakan sumber hukum perundang-undangan yang ada di Indonesia. Untuk itu, ia menegaskan, setiap perundang-undangan harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
"Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bangsa Indonesia sehingga idealnya setiap peraturan perundang-undangan apapun jenisnya dalam materi muatannya harus memancarkan nilai-nilai pancasila," kata Yudian.
Yudian menambahkan, keasasian Pancasila sebagai sumber prima hukum ditegaskan dalam Pasal 2 undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Sebagaimana telah dirubah dengan undang-undang nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Oleh sebab itu, tak ada alasan untuk menafikan Pancasila dalam seluruh perundang-undangan di Indonesia.
Isu yang sama dengan tema yang dibahas oleh BPIP ini sejatinya pernah juga mengemuka pada 2018 lalu. Saat itu, Wakil Ketua DPR RI Utut Adianto meresahkan bahwa dalam praktik pembentukan perundang-undangan, di DPR misalnya, kerap terjadi pengabaian terhadap nilai-nilai Pancasila.
Itu sebabnya, kata politikus PDI Perjuangan ini, UU produk DPR seringkali berujung pengujian di Mahkamah Konstitusi (MK). Ironisnya, ia menambahkan, beberapa pasal dalam UU tertentu dipandang bertentangan dengan konstitusi.
Utut yang kala itu membahas masalah ini bersama BPIP dalam Simposium Nasional lantas berharap DPR bersama BPIP agar turut bersama-sama memperbaiki sistem pembentukan dan evaluasi pembentukan peraturan perundangan. “Intinya dalam pembentukan UU harus mencerminkan pancasila,” kata Utut dalam Simposium Nasional bertajuk ‘Institusionalisasi Pancasila Dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan’ di Jakarta, Senin (30/7/2018).
Menurut Yudian, BPIP berkomitmen bersama sejumlah lembaga negara untuk merumuskan rekomendasi formula yang akan menjadi acuan dalam pembuatan peraturan perundangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Ia pun mendorong jajaran BPIP dan pihak terkait melakuan kegiatan kajian, analisis dan, rekomendasi untuk menginventarisir nilai-nilai dasar Pancasila dalam setiap materi muatan peraturan perundang-undangan.
Pelaksana tugas Deputi Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP Ani Purwanti sebelumnya menyebutkan, pihaknya telah menganalisis 126 peraturan perundang-undangan oleh puluhan Fakultas Hukum di Indonesia.
Dalam kegiatan kali ini, BPIP akan menganalisis serta mensinkronisasi peraturan perundang-undangan dan memberikan rekomendasi atas kajian regulasi terhadap nilai dasar Pancasila untuk tahun anggaran 2020.
"Tahun 2019 telah menganalisis 126 peraturan perundang-undangan oleh 42 Fakultas Hukum se-Indonesia. Ke 126 peraturan perundang-undangan terdiri dari 84 undang-undang dan 42 peraturan daerah," kata Ani.
Untuk diketahui, kegiatan ini dihadiri oleh 24 Dekan dari 24 Fakultas Hukum se Indonesia, Ketua Pusat Studi Pancasila UGM serta para dosen yang akan melaksanakan analisis dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan terhadap nilai Pancasila Tahun Anggaran 2020.