JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sebuah pernyataan sikap yang ditandatangani bersama oleh Presidium KAMI Din Syamsuddin, Rochmat Wahab, dan Gatot Nurmantyo akhirnya buka suara dan menyoroti penangkapan yang terjadi terhadap sejumlah pejuang-pejuangnya.
"KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat,” ujar Presidium KAMI dalam pernyataan tertulis, Rabu (14/10/2020).
KAMI secara khusus menyoroti penangkapan aktivis yang juga deklarator, Syahganda Nainggolan dan bagi mereka penangkapan ini aneh dan tidak lazim.
Ketidaklaziman itu bisa dilihat dari dimensi waktu yang terjadi. Di mana dasar laporan polisi tertanggal 12 Oktober 2020, sedangkan sprindik keluar tangal 13 Oktober 2020.
"Penangkapan dilakukan beberapa jam kemudian, pada hari yang sama tanggal 13 Oktober. Jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur,” sambung mereka.
Keanehan semakin terlihat jika penangkapan ini dikaitkan dengan Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUI-XII /2014, tentang perlu adanya minimal dua barang bukti.
(Termasuk) dikaitkan dengan UU ITE Pasal 45 terkait frasa "dapat menimbulkan”, maka penangkapan para tokoh KAMI, patut diyakini mengandung tujuan politis, dengan mengunakan instrumen hukum,” lanjutnya.
Pengumuman pers Mabes Polri oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono juga dikritisi dan pernyataan tersebut dinilai mengandung nuansa pembentukan opini (framing).
"Melakukan generalisasi dengan penisbatan kelembagaan yang bersifat tendensius. Bersifat prematur yaitu mengungkapkan kesimpulan dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung,” pungkasnya.