JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Sebuah pengakuan dari Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas bahwa ada terkait minyak dan gas bumi yang hilang dari draf omnibus law UU Cipta Kerja terbaru yang sudah dipegang pemerintah, dinilai sangat berbahaya.
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule mengatakan bahwa seharusnya UU yang telah disetujui dan disahkan di sidang paripurna DPR tidak lagi bisa diubah lewat forum atau lembaga lain.
UU itu bisa diubah hanya lewat paripurna lagi di gedung dewan, dan sementara pengakuan Andi Agtas mengindikasi bahwa UU bisa sesuka hati ditambah atau diubah oleh pemerintah.
“Pengakuan ini benar-benar gila, menunjukan tatanan dan sistem bernegara telah rusak,” kata Iwan melalui keteranganya, Jumat (23/10/2020).
Iwan menyatakan kalau Kini publik pun semakin bertanya-tanya mengenai draf asli dari omnibus law UU Ciptaker.
Sebab, terakhir NU dan Muhammadiyah menerima draf UU Ciptaker berjumlah 1.187 halaman. Sementara pimpinan DPR sudah menegaskan bahwa UU sapu jagat ini berjumlah 812 halaman.
“Ini benar-benar kejahatan konstitusi. Bukan saja cacat formal, tapi sudah kejahatan konstitusi,” ujarnya.
“Di era Jokowi banyak tatanan dan sistem bernegara rusak. Mundurlah!” sambungnya.
Dia mendesak DPR untuk segera bertindak atas perubahan ini dan jika tidak, maka peristiwa 1998 akan kembali terulang. Di mana rakyat akan datang dan menduduki gedung dewan.
Baginya, penghapusan pasal oleh Setneg tersebut semakin mengindikasi bahwa DPR RI sebenarnya tidak tahu apa yang mereka setujui dan sahkan di sidang paripurna. Sehingga saat ada pasal yang dihapus mereka tidak tahu.
“Setidaknya hal itu pernah diakui oleh pimpinan sidang Azis Syamsuddin yang mengatakan hanya ngecek secara random atau acak isi draf UU Omnibus Law yang disahkan,” tegasnya.
Supratman Andi Agtas membenarkan bahwa ada pasal yang hilang dari draf UU Ciptaker terbaru yang sudah dipegang pemerintah.
Pasal itu adalah pasal 46 yang berisi tentang minyak dan gas bumi itu memang seharusnya tidak ada di dalam UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama pemerintah.
Namun, pasal tersebut belum dihapus saat DPR menyerahkan draf final UU Cipta Kerja ke pemerintah pada 14 Oktober 2020.
"Terkait Pasal 46 yang koreksi, itu benar. Jadi kebetulan Setneg (Sekretariat Negara) yang temukan. Jadi, itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH Migas," kata Supratman kepada wartawan saat dikonfirmasi, Kamis (22/10/2020).