JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pandemi COVID-19 turut berimbas pada kapasitas fiskal daerah sehingga berdampak terhadap keberlangsungan sejumlah agenda pembangunan daerah yang terkendala oleh
keterbatasan pendanaan APBD.
Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menyiapkan skema pinjaman bagi pemerintah daerah sebagai bagian dari Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang diatur dalam PMK No. 105 Tahun 2020 beserta perubahannya.
Terkait hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai bahwa pinjaman PEN daerah berperan sebagai instrumen pendukung dalam mendorong akselerasi pemulihan
ekonomi di daerah.
“Pemerintah daerah dihadapkan dengan persoalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terkontraksi karena melemahnya aktivitas ekonomi. Di samping itu, pendapatan dana transfer dari pemerintah pusat juga mengalami penyesuaian seiring kebijakan refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan pandemi. Karenanya, diperlukan dukungan fiskal tambahan untuk memastikan agenda pembangunan
daerah terus berlangsung, salah satunya melalui pinjaman PEN daerah,” ungkap Puteri melalui keteranganya, Senin (30/11/2020).
Pekan lalu, Kementerian Keuangan telah mengesahkan perubahan ketentuan pinjaman PEN daerah melalui PMK No. 179 Tahun 2020.
Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XI DPR RI pada Kamis
kemarin (26/11), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti menjelaskan bahwa perubahan tersebut di antaranya mencakup berkurangnya jangka waktu pinjaman, yaitu dari tenor maksimal 10 tahun menjadi 8 tahun.
Serta, penyesuaian terhadap suku bunga pinjaman untuk beberapa tahun ke depan yang tidak lagi 0 persen.
Lebih lanjut, Direktur Utama PT SMI Edwin Syahruzad menyebutkan bahwa 21 pemerintah daerah telah melakukan perjanjian kerja sama atas pinjaman PEN daerah dengan total pinjaman sekitar Rp10,66 triliun untuk 2020. Namun, pencairan yang dilakukan baru mencapai 18 persen.
Jika dirinci secara sektoral, pendanaan kegiatan masih didominasi untuk pembangunan jalan dan jembatan yang mencapai 1.378 kegiatan dengan total nilai pinjaman mencapai Rp2,5 triliun.
Sementara, sektor teknologi dan penanggulangan bencana memperoleh dukungan terendah, yaitu masing-masing
senilai Rp4 miliar dan Rp11 miliar.
Terkait hal tersebut, Puteri menegaskan pentingnya penetapan sektor prioritas dalam skema pinjaman PEN daerah.
“Kegiatan yang mendapatkan alokasi pinjaman PEN daerah ini harus dipastikan tujuannya untuk mendukung pemulihan ekonomi, khususnya di daerah. Untuk itu, diperlukan sektor-sektor prioritas yang
mendukung tujuan tersebut disertai dengan standar analisis kelayakan yang sesuai untuk menilai potensi kegiatan dalam menggenjot perekonomian daerah. Hal ini agar dukungan pinjaman dapat dilaksanakan dengan lebih terukur dan tepat sasaran,” jelas Puteri.
Menutup keterangannya, Puteri mengimbau agar pemerintah daerah mengoptimalkan belanja pemerintah daerah sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi daerah bahkan nasional.
“Pinjaman PEN daerah ini harus menjadi instrumen tambahan bagi pemda untuk menggenjot konsumsi pemerintah daerah. Hingga Oktober lalu, total belanja pemda secara nasional masih sekitar 62,77 persen
dari pagu senilai Rp1.080,71 triliun. Artinya, masih ada ruang yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pemulihan ekonomi daerah. Dengan adanya akselerasi belanja hingga akhir tahun nanti, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah untuk kembali bangkit,” tutupnya.