JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Pol Gatot Eddy Pramono menegaskan akan menindak siapa saja yang mengikuti pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda.
"Siapapun, kelompok manapun, yang mengikuti daripada Benny Wenda yang ingin memisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kita akan melakukan tindakan tegas," ujar Gatot dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (3/12/2020).
"Siapapun dia, kelompok apapun dia, kita tidak pandang bulu. Kita ingin menunjukkan bahwa negara kita ini adalah negara hukum dan Papua adalah Indonesia," tegas dia.
Ia menambahkan, setiap gangguan-gangguan keamanan yang terjadi di Papua menjadi kewajiban Polri, TNI, maupun instansi terkait untuk melakukan penindakan. Untuk itu, keberadaan instansi itu menjadi salah satu upaya agar Papua Barat tidak pisah dengan Indonesia. "Keberadaan TNI-Polri di sana untuk menjaga keamanan di Papua dan untuk menjaga Papua tidak terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia," terang Gatot.
Pimpinan ULMWP, Benny Wenda, mendeklarasikan diri menjadi presiden sementara Papua Barat mulai 1 Desember 2020, seraya menolak segala aturan dan kebijakan dari pemerintah Indonesia. "Pengumuman ini menandai perlawanan intensif terhadap koloni Indonesia di Papua Barat sejak 1963," kata Benny Wenda dalam siaran persnya, Selasa (1/12/2020).
Mempertanyakan Peran Wenda
Pakar resolusi konflik Universitas Parahyangan, Bandung, I Nyoman Sudira mempertanyakan kontribusi pimpinan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda dan tokoh-tokoh separatis Papua terhadap masyarakat di wilayah tersebut.
"Gini saja, selama ini apa sih catatan yang sudah dilakukan Beni Wenda terhadap Papua yang merasa dia wakili? Di dalam teori resolusi konflik seorang mungkin bisa menjadi first maker. Kalah kelompok ini masih jauh. Masih banyak tahapan yang harus ditempuh," kata I Nyoman dalam Webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) dengan tajuk "Pendekatan Kemanusiaan dan Keamanan Bagi Papua", di Jakarta.
"Saya masih mempelajari kelompok-kelompok yang ingin merdeka. Kalau merdeka mau mendirikan negara apa, mau membentuk pemerintah seperti apa, mau bagaimana struktur organisasinya. Jelas enggak ini. Itu menjadi persoalan juga," ujarnya.
Dia menyebut, ada banyak kelompok separatis di Papua, termasuk di ULMWP sendiri. "Bicara mengenai Benny Wenda, kita bicara ULMWP. Jangan salah, tokoh ULMWP itu ada empat bisa disebut tiga tokoh besarnya. Ada Benny Wenda di London, Octavianus Mote di New York, ada Rex Rumakiek yang di Australia," sebutnya.
ULMWP, kata dia, jalur perjuangannya bukan lokal atau nasional, melainkan dari jalur internasional. Isu yang digembar-gemborkan di luar negeri pun, kata dia, adalah HAM.
Mantan Kepala BAIS Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto menilai, deklarasi yang dilakukan Benny Wenda hanya kepentingan kelompoknya saja. Hal itu, menurutnya, terlihat dari banyaknya kelompok di Papua yang menentang deklarasi tersebut.
"Saya lihat bahwa ada kelompok-kelompok yang menolak deklarasi Benny Wenda. Berarti mereka merasa tidak diwakili. Dari situ kita bisa nyatakan bahwa itu hanya kepentingan golongan saja, tidak untuk kepentingan semua," katanya.
Dia mengungkapkan, Benny Wenda juga saat ini juga sudah menjadi warga negara Inggris, sehingga sangat tidak masuk akal bila mengklaim mewakili masyarakat Papua.
"Bagaimana warga negara Inggris kok mewakili Papua, itu enggak masuk akal. Yang ketiga, untuk negara yang mendukung, dalam resolusi PBB melarang negara manapun untuk mendukung suatu gerakan yang dapat memisahkan diri dari negara yang sudah punya pemerintahan. Jadi tidak mungkin ada suatu negara yang mendukung kelompok-kelompok dari suatu negara yang sudah berpemerintahan," tegasnya.
Sementara itu, Manager Departemen Politik dan Pemerintahan PSKP Eveline Cabuy mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan pendidikan di wilayah pedalaman.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga masih belum memperhatikan permasalahan HAM yang ada di Papua. "Di mana juga banyak masyarakat Papua yang masih belum merasa aman berada di tanah airnya sendiri. Kemanusiaan yang adil dan beradab ini belum terasa di Papua. Pemerintah belum bisa menangani kasus HAM yang ada di Papua. Rasa aman ini bukan hanya tentang keamanan suatu daerah tetapi juga rasa keamanan bagi setiap individu di Papua," ujarnya.
Pemerintah, kata dia, juga perlu memberikan kepercayaan kepada anak-anak Papua dalam mengekspos kreatifitasnya. Termasuk memberikan ruang untuk anak-anak Papua membuktikan dirinya. "Provinsi Papua memiliki 7 wilayah adat, setiap wilayah adat memiliki antropologi yang berbeda-beda," ujar dia.
"Pendekatan budaya dengan membuka ruang dialog juga membuka daerah otonomi baru dengan melihat karakteristik suatu daerah," ucapnya.